Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali, menghadapi tugas yang tak mudah. Latar belakangnya sebagai seorang politisi membuat banyak pihak meragukan dia mampu membenahi prestasi olahraga nasional. Presiden Joko Widodo meminta agar Menpora membenahi dan memberi perhatian khusus pada cabang olahraga sepakbola.
Tantangan lain yang tidak kalah berat adalah membuat sistem pembinaan atlet yang lebih sistematis agar bisa melahirkan banyak juara dunia. Ini dibutuhkan kerja sama yang sinergis dengan semua pihak terkait, mulai dari mereka yang menyiapkan fasilitas memadai, pembinaan terstruktur, hingga dukungan dana yang cukup.
Untuk mengetahui apa saja kebijakan jajaran Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) ke depan dalam memajukan olahraga nasional, wartawan Koran Jakarta, Beni Mudesta, berkesempatan mewawancarai Menpora Zainudin Amali, dalam beberapa kesempatan terpisah, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.
Banyak pihak meragukan karena latar belakang Anda seorang politisi, bukan olahragawan?
Saya kira memimpin satu organisasi yang menjadi bekal adalah skill manajemen dan leadership. Tidak mesti kita menjadi pelaku dari kegiatan itu. Organisasi seperti kementerian kan tentang kebijakan. Saya bisa mendapatkan informasi-informasi dari internal, stakeholder, masyarakat keolahragaan. Dari situ, kami dapat merumuskan kebijakan. Saya merasa akan tepat kebijakan yang dilahirkan.
Bagaimana dengan pengalaman dalam organisasi di cabang olahraga?
Saya pernah bersama-sama di Liga Mahasiswa tahun 1980-an bersama teman-teman sepak bola mahasiswa. Setelah itu saya tidak tahu lagi, tiba-tiba hilang, saya dengar barusan ada lagi dan Kemenpora yang mengelola. Kalau dulu, kami yang berkumpul dan di-support Dinas Olahraga DKI Jakarta, waktu itu khusus DKI saja.
Pejabat di Kemenpora berkali-kali tersangkut korupsi, apakah ada program untuk mengatasi itu?
Usai saya dilantik, saya kumpulkan eselon 1, 2, 3, dan 4. Saya sampaikan kepada mereka bahwa kita harus memperbaiki tata kelola. Saat ini, orang mengaku bekerja di Kemenpora agak malu. Saya akan bawa kementerian ini menjadi lebih percaya diri dan punya kebanggaan menjadi bagian dari Kemenpora.
Itu harus dimulai dari dalam, perbaikan tata kelola sehingga akan tercipta good goverment. Integritas ini penting, apalagi Kemenpora berkali-kali tersangkut korupsi, masa sih kami jatuh di lobang yang sama. Saya sampaikan kepada teman-teman tentu pembenahan ini tidak bisa drastis. Kalau mau ikut dengan saya, ini akan dibenahi bersama-sama. Apa yang sudah terjadi kemarin distop.
SEA Games baru saja usai, kita meleset dari target dua besar, apa komentar Anda?
Dua kali berturut-turut yaitu 2015, 2017, kita selalu peringkat kelima. Di awal kami di Kemenpora, bersama NOC Indonesia, KONI, dan cabang-cabang olahraga, target kami yang penting bisa menaikkan peringkat. Ketika pelepasan kontingen di Istana Bogor, Presiden Joko Widodo menyampaikan harus dua besar. Saya selaku pembantu Presiden kalau sudah diperintahkan begitu harus dikerjakan. Kami bekerja maksimal dan konsentrasi untuk bisa keluar dari dua kali peringkat kelima.
Apa yang dipertandingkan di SEA Games memang tidak diperhitungkan untuk Olimpiade. Dia (atlet) bisa mendapatkan medali emas, tidak otomatis kemudian punya tiket untuk Olimpiade, kita sadar tentang itu. Oleh karena itu, kita memberangkatkan fifty-fifty, 50 persen senior, 50 persen junior. Supaya atlet junior bisa merasakan bertanding di event internasional.
Banyak atlet Indonesia yang sudah berprestasi di kancah internasional, apa yang akan dilakukan Kemenpora untuk mengelola mereka?
Kami sudah memikirkan. Yang bisa kami lakukan sekarang, kalau mereka mau jadi ASN, sekarang ada sekitar 300 orang yang pra-jabatan di Kemenpora, di situ akan distribusikan ke kementerian lain. Bagi yang tidak berminat menjadi ASN, banyak tempat untuk pegabdian mereka, tentu kami carikan. Saya sudah komunikasi dengan Menteri BUMN, Erick Tohir. Pilihan mereka apa, menjadi wirasawasta, ASN, dan lain-lain.
Program apa yang akan Anda jalankan lima tahun ke depan?
Presiden Joko Widodo saat berdiskusi dengan saya sebelum pelantikan, banyak menyampaikan harapan-harapan bagaimana pengembangan prestasi olahraga kita. Kita ini sebuah negara dengan penduduk sekitar 260 juta, tapi kita belum mampu menghasilkan prestasi yang sepadan dengan jumlah penduduk itu. Saya diminta mendesain bagaimana pengembangan olahraga kita ke depan, sehingga sebagai sebuah bangsa yang besar, kita juga memiliki prestasi-prestasi di bidang olahraga.
Negara-negara yang penduduknya tidak sebesar kita, prestasi olahraganya luar biasa, kita kenapa tidak. Maka itu menjadi pekerjaan rumah terbesar saya untuk membuat sistem, harus membuat roadmap, dan mendesain. Tidak bisa kita berharap prestasi itu muncul tiba-tiba. Ini menjadi PR dan kerja saya. Dengan teman-teman di Kemenpora, saya sudah sampaikan harapan-harapan Presiden Joko Widodo.
Saya optimistis bisa mewujudkan harapan Presiden Joko Widodo. Yang harus saya kerjakan sekarang membangun fondasi terencana dan berkesinambungan, tidak bisa berharap prestasi dalam waktu sekejap atau instan. Kalau yang ada sekarang yang nilai masih by accident. Orang punya bakat alam, kemudian dia dilihat dan talentanya diasah, dia langsung terjun ke berbagai cabang olahraga. Kalau pembinaan kita seperti itu, saya meyakini kita tak akan mampu menghasilkan atlet nasional di berbagai cabang olahraga dengan baik.
Khusus sepak bola, apa pesan Presiden Joko Widodo?
Saya sedang menyusun roadmap, kita punya Inpres tentang pembangunan pesepakbolaan nasional. Harus ada roadmap. Tidak bisa kita ujug-ujug jadi juara. Kalau orang bertanya, apakah dengan kondisi sekarang kita bisa punya timnas yang bagus, bisa juara? Saya bisa jawab tidak, karena kita tidak ada pembinaan usia dini. Kompetisi tidak terkoordinasi dengan baik, kehadiran pemerintah belum maksimal.
Anda bayangkan, hari ini dia bertanding, besok ujian di sekolahnya. Apa yang akan terjadi, di sini jeblok, di sana anjlok. Nilai sekolah jelek, hasil pertandingan juga tidak bagus. Tidak bisa dia diperlakukan sama seperti anak-anak sekolah biasa. Pada saat saya berkeliling di berbagai cabang olahraga, ada dua hal yang mereka sampaikan. Pertama, sekolah mereka. Kedua, bagaimana setelah mereka tidak lagi berprestasi. Kemenpora sedang mendesain sebuah sistem yang tentu kami tidak bisa sendiri. Saya harus bicara dengan Mendikbud, Mendagri, dan banyak kementerian lain.
Untuk sepak bola, pembinaan sebaiknya sejak usia dini?
Pemerintah harus hadir di usia-usia sekolah. Misalnya sampai usia 18 itu kan SMA. Dari SD kita sudah bisa. Saya tidak berpretensi harus langsung ada prestasi. Lima tahun ke depan, dengan roadmap ini bisa dijalankan. Kita punya 12.600 pemain. Masa sih mencari 11 orang dari jumlah itu tidak bisa. Tetapi, dia harus tertata dengan baik, gizinya diatur, kemudian selama ini kan yang masuk tim biasanya pilihannya subjektif. Ke depan tidak boleh lagi. Kita akan evaluasi secara reguler, misalnya tiga bulan, kita nilai prestasinya. Jika mentok, kita ganti dengan yang bisa.
Saya harus berbicara dengan Mendikbud. Kalau tidak dengan dukungannya, tidak bisa. Ada contoh di Jerman, ketika sepak bola mereka anjlok, kemudian mereka membangun sistem, termasuk sekolah, iptek, dan sport science sehingga bisa kuat lagi. Saya membayangkan, misalnya, tentang sekolah, kalau bisa homeschooling, gurunya yang ikut bersama dia, baru dia bisa berprestasi. Kemudian, kerja sama dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah punya tanggung jawab untuk membina sampai umur 18 setelah itu baru diserahkan ke klub.
Perlu keterlibatan klub lebih besar?
Klub bisa ambil dari sini, kemudian baru ada penggantian uang pembinaan ke pemerintah daerah. Karena klub menerima barang yang sudah jadi. Harus ada keterlibatan semua pihak, pemerintah pusat, pemerintah daerah. Keterlibatan semua pihak, menteri PU membangun lapangan, Menhan membina karakter dan kebangsaan mereka. Ini hal nonteknis, tapi berpengaruh terhadap semangat juang anak-anak. Jadi, banyak hal yang sedang kami persiapkan.
Saya sedang berdiskusi dengan para pemain dan mantan pemain tahun 70-an, teman-taman yang saat saya masih aktif di Liga Mahasiswa. Dari diskusi itu, saya harapkan akan menghasilkan roadmap yang akan kami laporkan kepada Presiden Joko Widodo. Mudah-mudahan ke depan bisa menghasilkan sebuah timnas yang bagus.
Kemenpora juga akan memperhatikan suporter, karena tanpa mereka sepakbola akan menjadi kering. Saya akan bertemu koordinator mereka dan berbicara dari hati ke hati. Boleh mendukung dan fanatis dengan klub kesayangan mereka, tapi jangan membuat suasana menjadi rusuh.
Bagaimana dengan cabang olahraga lain?
Di luar sepak bola, ada keinginan-keinginan kita, seperti penawaran menjadi penyelenggara Olimpiade 2032. Persiapannya harus dari sekarang. Yang kita harapkan adalah anak-anak yang berumur 11-12 tahun. Mereka yang akan dipersiapkan dari berbagai cabang olahraga, terutama yang olympic number. Tahun 2032 dia berusia 23-24, di usia itu atlet berada berada dalam performa yang bagus. Itu agar kita tak hanya bisa menyelenggarakan saja, tapi juga berperstasi.
Dalam bayangan saya, kita akan memperbanyak kejuaraan-kejuaraan internasional, poinnya di situ. Untuk mendapatkan tiket Olimpiade itu harus mengikuti berbagai kejuaraan internasional, kita berusaha untuk itu. Pada 2020 ada Olimpiade, 2021 kita akan melaksanakan Piala Dunia U-21 dan MotoGP di Mandalika. Dengan banyak menggelar ajang internasional, akan membuat persiapan tuan rumah Olimpiade semakin baik.
PSSI dan KONI memiliki pengurus baru, bagaimana sinergi ke depan?
Untuk PSSI, ketika mengadakan kongres banyak yang minta pemerintah masuk. Ada yang setengah memprovokasi mengatakan Menpora penakut. Saya katakan, dulu berani tapi akibatnya kita dibekukan. Saya berhitung betul mana yang menjadi area pemerintah karena PSSI itu ada federasi internasional, ada FIFA. Tidak bisa kita semaunya masuk ke situ. Saya tegaskan FIFA oke, Menpora oke, tidak usah kita mengurus yang bukan urusan kita. Sejauh ini komunikasi saya dengan PSSI berjalan baik.
Bagaimana dengan MotoGP Mandalika?
Sudah fix, pelaksanaan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. ITDC sebagai pengelola sirkuit serta IMI sudah memberi keyakinan kepada kami bahwa itu akan siap pada akhir 2020. Kalau ini jadi maka akan menjadi sirkuit terindah. Mengapa akhirnya penyelenggara MotoGP, Dorna mau menggelar balapan di Mandalika karena itu akan menjadi sirkuit paling bagus. Pertama di dunia, didesain sedemikian rupa di pinggir pantai sehingga akan menjadi tempat yang menarik sekali.
Bagaimana dengan PON 2020 Papua?
Ini salah satu cara kami menstimulus, merangsang masyarakat yang menjadi tuan rumah PON. Itu strategi pemerintah menempatkan PON 2020 di Papua dengan tujuan supaya para atlet atau bibit-bibit yang banyak di Papua akan lahir. Kami siapkan dengan pertandingan di PON. Papua kita berikan kesempatan sama seperti daerah-daerah lain, yakinlah Kemenpora akan memberikan perhatian.
N-3