BANTUL - Tak disangka ternyata pabrik pil koplo yang menyuplai perdagangan gelap obat keras untuk wilayah DIY-Jabar-DKI-Jatim dan Kalsel, berada di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Ditipidnarkoba) Bareskrim Polri bersama dengan Polda DIY berhasil membongkar jaringan tersebut, di Desa Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Senin (27/9).

Direktur Ditipidnarkoba Bareskrim Polri Brigjen, Krisno H Siregar mengatakan, penangkapan jaringan ini bermula dari dilakukannya kegiatan kepolisian yang ditingkatkan dengan sandi anti pil koplo 2021 dengan target produsen dan pengedar gelap obat keras atau berbahaya, sejak 6 September 2021.

Dalam perkembangannya, pada 13-15 September 2021 Subdit 3 Ditipidnarkoba Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus peredaran gelap obat keras & Psikotopika oleh M dan kawan-kawan (8 orang) dengan barang bukti lebih dari 5 juta pil koplo.

"Dari pengungkapan didapat petunjuk bahwa obat-obatan ilegal yang disita berasal dari Yogyakarta. Tim Ditipidnarkoba Bareskrim Polri bekerjasama dengan Polda DIY pada 21 September 2021 pukul 23.00 WIB mengamankan tersangka WZ dan Saksi A di TKP gudang Kasihan Bantul DI Yogyakarta," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Krisno Siregar, melalui keterangan tertulis, Senin (27/9).

Dari tempat kejadian perkara (TKP) di Kasihan Bantul, polisi berhasil mengamankan mesin-mesin produksi obat, berbagai jenis bahan kimia/prekursor obat, obat-obatan keras jenis Hexymer, Trihex, DMP, double L, Irgapha 200 mg yang sudah dipacking dan siap kirim, adonan/campuran berbagai prekursor siap diolah menjadi obat. Lanjut Krisno, dari tersangka WZ didapatkan informasi bahwa WZ berperan sebagai penanggung jawab gudang dan A adalah berperan sebagai pekerja dan memiliki atasan berinisial LSK alias DA.

Dari keterangan DA diketahui masih ada pabrik obat-obat di lokasi lain di DIY, tepatnya di Kelurahan Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. "DA berperan sebagai penerima pesanan dari saudari EY (DPO/ Pengendali) dan mengirim obat ke beberapa kota di Provinsi DKI, Jatim , Jabar, Kalsel," jelas Krisno.

"Berdasarkan keterangan para tersangka, diketahui bahwa pabrik tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2018 dan bisa memproduksi dua juta butir obat-obat ilegal per hari. Jumlah obat keras ilegal yang bisa dihasilkan dari 7 mesin produksi per hari adalah 14 juta butir pil, berarti 1 bulan 420 juta butir," kata dia.

Baca Juga: