» BoJ telah lama berjuang pertahankan kenaikan harga pada tingkat berkelanjutan untuk menjaga perekonomian keluar dari deflasi.

» Masih menguatnya dollar AS dalam jangka pendek mendorong BI tetap fokus pada stabilitas rupiah.

TOKYO - Mata uang Jepang, yen, jatuh ke level terendah baru dalam 34 tahun pada hari Jumat (26/4), setelah bank sentral Jepang, Bank of Japan (BoJ), mempertahankan suku bunga mendekati nol, meskipun meningkatnya tekanan pada bank sentral untuk memperketat kebijakannya guna menopang mata uang.

Mata uang Jepang turun menjadi 156,13 yen terhadap dollar setelah BoJ dengan suara bulat setuju untuk terus mengarahkan suku bunga semalam dalam kisaran sekitar nol hingga 0,1 persen.

Seperti dikutip dari Financial Times, pada Maret, BoJ mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya dan menaikkan biaya pinjaman untuk pertama kalinya sejak tahun 2007.

Setelah pergeseran bersejarah untuk mengakhiri kebijakan moneter ultra-longgar, Gubernur BoJ, Kazuo Ueda, telah mengindikasikan bahwa ia ingin mengambil langkah bertahap untuk menaikkan suku bunga. Namun, posisinya diperumit oleh depresiasi yen dan tanda-tanda bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi.

"Penting untuk memberikan perhatian terhadap perkembangan pasar keuangan dan valuta asing serta dampaknya terhadap aktivitas ekonomi dan harga Jepang," kata BoJ dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat.

Bank sentral, pada Jumat, juga memperkirakan inflasi inti, tidak termasuk harga pangan yang bergejolak, akan tetap berada di atas atau mendekati target 2 persen untuk tiga tahun ke depan. Mereka tidak mengubah rencananya untuk terus membeli obligasi pemerintah Jepang.

BoJ telah lama berjuang untuk mempertahankan kenaikan harga pada tingkat yang berkelanjutan untuk menjaga perekonomian keluar dari deflasi. Meskipun konsumsi dalam negeri masih lemah, melemahnya yen diperkirakan akan memicu inflasi di bulan-bulan mendatang dengan meningkatkan harga barang-barang impor.

Analis memperkirakan BoJ akan menaikkan suku bunga paling cepat pada bulan Juli jika bank tersebut mengonfirmasi kenaikan inflasi jasa dan upah riil, yang akan membantu meningkatkan konsumsi.

"Pasar tetap waspada terhadap indikasi apakah pelemahan yen saat ini akan ditafsirkan sebagai sinyal inflasi yang bertahan lama dan mengundang retorika yang lebih hawkish dari bank sentral," kata ahli strategi global di Nikko Asset Management, Naomi Fink.

"Namun, BoJ kemungkinan besar akan menemukan dampak lanjutan dari pelemahan yen terhadap inflasi karena lebih mengkhawatirkan dibandingkan pergerakan mata uang jangka pendek," pungkasnya.

Langkah Preventif

Secara terpisah, ekonom Radhika Rao mengatakan keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI-7 days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen merupakan langkah preventif dalam mencegah pelemahan rupiah lebih lanjut sehingga dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

"Kami memandang kenaikan tersebut sebagai tindakan yang bijaksana dan bersifat preventif, karena isyarat global dan katalis dalam negeri kurang kondusif," kata Radhika di Jakarta, Jumat (26/4).

Langkah preventif tersebut dilakukan dalam mengantisipasi dampak risiko arah penurunan suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik global.

Menurut proyeksi BI, rupiah akan tetap stabil di level 16.200 per dollar AS pada kuartal II-2024, sebelum turun ke 15.800 per dollar AS pada akhir 2024.

"Kami memperkirakan kenaikan suku bunga yang proaktif oleh bank sentral akan mendukung nilai tukar rupiah," kata ekonom senior di Bank DBS itu.

Dengan mempertimbangkan revisi asumsi dasar BI untuk siklus suku bunga bank sentral AS (the Fed), preferensi untuk tetap waspada dan memprioritaskan stabilitas rupiah, ia memperkirakan BI akan tetap memperpanjang jeda suku bunga hingga akhir tahun 2024, dengan menetapkan kemungkinan untuk kenaikan suku bunga lanjutan.

Dengan masih adanya penguatan dollar AS dalam jangka pendek, Radhika memproyeksikan bank sentral akan tetap fokus pada stabilitas rupiah, dengan intervensi masih menjadi garis pertahanan pertama.

Lebih lanjut, ia menuturkan katalis domestik kurang menguntungkan bagi mata uang rupiah karena antara lain surplus perdagangan barang telah menyusut secara signifikan.

Surplus perdagangan Maret 2024 mencatat peningkatan tajam menjadi 4,5 miliar dollar AS dibandingkan 0,8 miliar pada bulan sebelumnya karena menurunnya permintaan impor menjelang hari raya, dan nilai ekspor yang sedikit meningkat.

Baca Juga: