GUANGZHOU - Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan saat berkunjung ke Tiongkok pada hari Jumat (5/4) bahwa subsidi Beijing untuk industri dapat menimbulkan risiko terhadap ketahanan ekonomi global.

Yellen tiba di kota selatan Guangzhou pada hari Kamis (4/4) untuk melakukan pembicaraan selama beberapa hari dengan para pejabat Tiongkok mengenai kunjungan ke negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Dia menyatakan keprihatinannya mengenai "kelebihan kapasitas" Tiongkok yang melemahkan perusahaan-perusahaan Amerika dan negara-negara lain. Kelebihan kapasitas tersebut terlihat sebagai akibat dari besarnya subsidi yang diberikan Tiongkok kepada industri-industri, seperti tenaga surya, kendaraan listrik, dan baterai, yang berisiko menciptakan surplus barang-barang murah yang mengancam sektor-sektor tersebut di negara lain.

"Dukungan langsung dan tidak langsung dari pemerintah saat ini mengarah pada kapasitas produksi yang secara signifikan melebihi permintaan domestik Tiongkok, serta kemampuan pasar global," katanya pada pertemuan komunitas bisnis AS di Guangzhou pada Jumat.

"Kelebihan kapasitas dapat menyebabkan ekspor dalam jumlah besar dengan harga yang tertekan," katanya.

"Dan hal ini dapat menyebabkan konsentrasi rantai pasokan yang berlebihan, sehingga menimbulkan risiko terhadap ketahanan ekonomi global."

Kekhawatiran tersebut bukan merupakan bagian dari "kebijakan anti-Tiongkok", katanya dalam sesi tanya jawab setelah pidato. Namun dimaksudkan untuk memitigasi risiko "dislokasi ekonomi global yang tidak dapat dihindari yang akan terjadi" jika tidak ada perubahan dalam kebijakan Tiongkok.

Washington malah berusaha mengelola hubungan AS-Tiongkok agar mereka "tangguh" dan dapat "menahan guncangan dan keadaan yang menantang".

Pada pertemuan yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang AS di Tiongkok tersebut, Yellen juga mengatakan akan berusaha menyampaikan kepada para pejabat Tiongkok mengenai "tantangan" yang dihadapi oleh bisnis AS yang beroperasi di negara tersebut.

Termasuk Beijing yang "menerapkan hambatan akses bagi perusahaan-perusahaan asing dan mengambil tindakan koersif terhadap perusahaan-perusahaan Amerika", katanya.

"Saya sangat yakin hal ini tidak hanya merugikan perusahaan-perusahaan Amerika: mengakhiri praktik tidak adil ini akan menguntungkan Tiongkok dengan meningkatkan iklim bisnis di sini," kata Yellen.

Yellen akan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri He Lifeng pada hari Jumat.

Pada pembicaraan nanti, Yellen dan He akan menyelami kondisi ekonomi kedua negara dan membahas bidang-bidang yang lebih sensitif seperti keamanan nasional dan dugaan dukungan Beijing terhadap basis industri pertahanan Russia.

Yellen pada pagi hari mengatakan kepada gubernur Guangdong - sebuah provinsi luas yang melambangkan reformasi dan pembangunan yang mendorong pertumbuhan pesat Tiongkok - bahwa Amerika Serikat berkomitmen terhadap "hubungan ekonomi yang sehat".

Namun, dia menekankan, hal itu memerlukan "lapangan bermain yang setara bagi pekerja dan perusahaan Amerika", serta "komunikasi yang terbuka dan langsung mengenai hal-hal yang tidak kita sepakati".

Penolakan Tiongkok

Beijing telah menepis kekhawatiran atas dukungan negaranya yang besar terhadap industri, dan bulan lalu mengutuk penyelidikan Uni Eeropa terhadap subsidi kendaraan listrik sebagai "proteksionisme" dan bagian dari upaya Barat untuk mempolitisasi perdagangan internasional.

Kekhawatiran Washington terhadap membanjirnya ekspor muncul ketika Presiden AS Joe Biden berupaya meningkatkan manufaktur dalam negeri di bidang energi ramah lingkungan, dan para pembuat kebijakan memperingatkan bahwa kelebihan kapasitas Tiongkok dapat merugikan pertumbuhan industri-industri tersebut.

Pemerintahan Biden sangat sensitif terhadap kekhawatiran industri otomotif AS terhadap Tiongkok dan kendaraan listrik, terutama pada tahun pemilu, kata Paul Triolo, mitra asosiasi untuk Tiongkok di Albright Stonebridge Group.

"Kemungkinan besar pemerintah akan mengambil beberapa tindakan untuk menunjukkan bahwa mereka bersedia mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah masalah di masa depan akibat kelebihan kapasitas kendaraan listrik di Tiongkok," katanya kepada AFP.

Namun dia memperingatkan bahwa Beijing kemungkinan akan "bereaksi buruk", mengingat dampaknya terhadap produsen mobil AS masih belum terlihat.

Stabilkan Hubungan

Yellen juga berencana bertemu dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang dalam kunjungannya, serta gubernur bank sentral Pan Gongsheng dan Menteri Keuangan Lan Fo'an.

Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing dan Washington telah berselisih mengenai isu-isu yang menjadi titik konflik mulai dari teknologi dan perdagangan hingga hak asasi manusia, serta mengenai pulau Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan.

Hubungan keduanya agak stabil sejak Presiden AS Joe Biden dan Presiden Tiongkok Xi Jinping bertemu di San Francisco pada bulan November untuk melakukan pembicaraan.

Kunjungan Yellen pada bulan Juli 2023 membantu memulai kembali dialog setelah periode ketegangan yang meningkat, terutama terkait Taiwan, dan berpuncak pada peluncuran kelompok kerja bilateral mengenai kebijakan ekonomi dan keuangan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga diperkirakan akan melakukan kunjungan lagi ke Tiongkok dalam beberapa minggu mendatang, sebuah tanda bahwa kedua belah pihak kembali melakukan hubungan yang lebih rutin.

Baca Juga: