Untuk mengetahui isi mumi dalam peti, masih digunakan cara lama dengan membuka. Penelitian terbaru menemukan kombinasi teknologi laser dan pencitraan CT Scan dapat mengetahui mumi, tanpa membuka peti.
Di Mesir tersimpan banyak mumi dari peninggalan peradaban periode sebelum Kristus (BC). Yang terbaru pada awal September 2020, tim telah menemukan 13 peti mati (sarkofagus) mumi, disusul 59 peti pada Oktober.
Untuk mengetahui mumi, sejuah ini dilakukan dengan membuka peti. Padahal cara ini dapat merusak sistem pengawetan yang terbukti tahan ribuan tahun, sehingga tidak membusuk. Selain itu, proses mekanisme saat membuka peti juga dapat merusak artefak.
Para ilmuwan dari beberapa univeristas Amerika Serikta telah memelopori teknik baru yang memungkinkan menyelidiki bagian dalam mumi menggunakan mumi berusia 1.900 tahun tanpa harus membuka dan tak merusak artefak kuno.
Para peneliti menggunakan teknologi kombinasi baru, computed tomography (CT) scan dan difraksi sinar X (X-ray diffraction) untuk mengungkap petunjuk tentang mumi Mesir yang ditemukan di Hawara yang berada satu era dengan zaman Romawi kuno.
Dengan pencitraan (scanning) sinar X baru, mumi dapat diketahui secara noninvasif atau tanpa membuka peti untuk mengetahui tentang mayat kuno yang tergeletak di dalamnya. Melalui kombinasi CT scan dan difraksi sinar-X dapat diketahui keadaan mayat kuno yang tergeletak di dalamnya.
CT scan berguna untuk membuat "peta jalan tiga dimensi" mumi. Para ahli menyorotkan sinar X dengan ukuran lebih kecil dari diameter rambut manusia ke mumi untuk mengidentifikasi objek di dalam bungkusnya.
"Sementara itu, sinar-X mengeluarkan apa yang pada dasarnya adalah sidik jari yang merupakan karakteristik material," kata penulis utama laporan penelitian dari Fakultas Kedokteran Feinberg Universitas Northwestern di Chicago, Stuart Stock, seperti dilansir CNN.
Kalsium
Pada proses pemindaian dan penyinaran, para peneliti menemukan sepotong kecil kalsium karbonat yang sangat murni dalam mumi tersebut. Peneliti yakin kalsium ini merupakan kumbang scarab, yang secara tradisional ditempatkan di sayatan di perut selama mumifikasi. "Objek yang terlihat buram itu memiliki bentuk persis dengan scarab," jelas Stock.
"Scarab adalah simbol kelahiran kembali, sekaligus menjadi penanda status sosial. Orang ini berada di golongan kelas atas masyarakat bahwa bahan murni seperti itu digunakan dalam penguburan mereka," kata Stock.
Menurut Stock, proses mumifikasi tidak mudah, membutuhkan sember daya besar. Dengan kombinasi CT Scan dan Sinar X dapat mengungkap mayat kuno dan kumbang scarab kecil yang berada di perut, tentu saja tanpa merusak.
Teknik tersebut juga dapat mengetahui jenis kelamin mumi yang dipastikan berjenis kelamin perempuan. Perempuan ini meninggal cukup wajar tanpa adanya tanda-tanda tindakan kekerasan.
Hasil pengujian memperkirakan, mumi berasal dari abad 150 dan 200 Kristus yang diketahui dari gaya rambut. "Sepertinya tidak ada trauma tulang. Tapi, kami tidak tahu mengapa anak kecil ini meninggal," ujar Stock.
Para ahli percaya bahwa teknik tersebut dapat digunakan untuk studi lebih lanjut tentang mumi, memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai objek yang terkubur di samping mayat kuno, tanpa perlu mengganggu dan merusak. "Dulu di zaman Victoria, mereka memisahkannya. Kami tidak suka melakukan itu lagi," kata Stock. hay/G-1