Satelit terbaru milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mulai meninggalkan orbit Bumi menuju ke bulan pada Senin (4/7). Ini sebagai langkah terbaru dalam rencana NASA untuk mendaratkan astronaut di permukaan bulan.

Pendiri Rocket Lab, Peter Beck mengatakan kepada The Associated Press bahwa sulit untuk mengungkapkan kegembiraannya dengan kata-kata.

"Mungkin perlu waktu untuk meresap. Ini adalah proyek yang telah memakan waktu dua, dua setengah tahun dan sangat, sangat sulit untuk dilakukan," kata Beck, dikutip dari AP News, Selasa (5/7).

"Jadi untuk melihat semuanya berkumpul malam ini dan melihat pesawat ruang angkasa itu menuju bulan, itu benar-benar epik," lanjutnya.

Satelit yang memiliki ukuran sebesar microwave itu bernama Capstone Cubesat merupakan bagian terbaru dari proyek NASA untuk mendaratkan astronaut di bulan. Adapun satelit tersebut diluncurkan oleh Rocket Lab di Semenanjung Mahia, Selandia Baru pada Selasa (28/6).

Capstone diperkirakan butuh waktu selama 4 bulan untuk mencapai bulan. Ini dikarenakan Capstone menggunakan energi yang rendah.

Di satu sisi, Beck menyatakan biaya misi peluncuran satelit tersebut realtif murah. Menurutnya, ini menandai awal dari era baru untuk mengesplorasi ruang angkasa.

"Untuk beberapa puluh juta dolar, sekarang ada roket dan pesawat ruang angkasa yang dapat membawa Anda ke bulan, ke asteroid, ke Venus, ke Mars," ujar Beck.

"Ini adalah kemampuan gila yang belum pernah ada sebelumnya," tambahnya.

Jika sisa misi ini berhasil, satelit Capstone akan mengirimkan kembali informasi penting selama berbulan-bulan bagi NASA. Ini lantaran satelit tersebut memiliki tugas mengambil jalur baru orbit bulan.

Adapun orbit baru tersebut bernama Halo. Orbit baru ini memiliki bentuk semacam telur yang membentang dengan salah satu ujung orbit melintas dekat dengan bulan, sedangkan ujung yang lainnya jauh dari bulan.

Rencananya, NASA akan menempatkan stasiun luar angkasa yang disebut Gateway ke jalur orbit baru tersebut, yang mana bertujuan untuk astronaut untuk turun ke permukaan bulan sebagai bagian dari program Artemis-nya.

Beck mengatakan keuntungan dari orbit baru adalah meminimalkan penggunaan bahan bakar dan memungkinkan satelit atau stasiun luar angkasa untuk tetap berhubungan konstan dengan Bumi.

Satelit Capstone diluncurkan menggunakan Roket Electron. Kemudian, Roket Electron meluncurkan pesawat ruang angkasa kedua bernama Photon, yang terpisah dari Electron selama 9 menit selepas roket lepas landas dari Bumi. Satelit itu dibawa selama enam hari di Photon, dengan mesin pesawat ruang angkasa menyala secara berkala untuk menaikkan orbitnya semakin jauh dari Bumi.

Ledakan mesin terakhir pada Senin (4/7), memungkinkan Photon untuk melepaskan diri dari tarikan gravitasi Bumi dan mengirim satelit dalam perjalanannya menuju bulan.

Beck mengatakan mereka akan memutuskan dalam beberapa hari mendatang apa yang harus dilakukan dengan Photon, yang telah menyelesaikan tugasnya dan masih memiliki sedikit bahan bakar yang tersisa di tangki.

"Ada sejumlah misi yang sangat keren yang sebenarnya bisa kita lakukan dengannya," tutur Beck.

Untuk misi tersebut, NASA bekerja sama dengan dua perusahaan komersial yakni Rocket Lab yang berbasis di California dan Advanced Space yang berbasis di Colorado, yang memiliki dan mengoperasikan satelit Capstone.

Baca Juga: