Berada di antara dua bukit di lembah Sungai Bengawan Solo purba membuat Dusun Wotawati tidak pernah terpapar sinar matahari dalam waktu lama. ­Berhawa sejuk dengan perilaku warganya yang adaptif de­ngan keadaan, ­menjadi daya tarik wisatawan untuk hadir ke dusun ini.

Berada di antara dua bukit di lembah Sungai Bengawan Solo purba membuat Dusun Wotawati tidak pernah terpapar sinar matahari dalam waktu lama. Berhawa sejuk dengan perilaku warganya yang adaptif dengan keadaan, menjadi daya tarik wisatawan untuk hadir ke dusun ini.

Sungai Bengawan Solo mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) mulai dari Pegunungan Sewu di sebelah barat-selatan Surakarta ke laut Jawa di utara Surabaya. Panjang alirannya mencapai 600 kilometer, sekaligus menjadi sungai terpanjang di pulau Jawa.

Melewati Kota Surakarta atau Kota Solo, anak sungai yang mendasari Bengawan Solo adalah Sungai Dengkeng yang berhulu di Gunung Merapi. Setelah melewati Surakarta, mengalir ke utara mengitari Gunung Lawu, kemudian berbelok ke timur menuju Ngawi.

Setelah Ngawi sungai berbelok ke utara lagi, membentuk batas antara Kabupaten Blora di Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur. Dari Blora, sungai berbelok ke timur dan melewati Kabupaten Bojonegoro.

Dari Bojonegoro sungai lalu mengarah ke timur melewati Kabupaten Lamongan dan Gresik yang memiliki kontur datar. Bagian terakhir dari DAS, kira-kira dimulai dari Kabupaten Bojonegoro, sebagian besar berupa tanah datar.

Delta Sungai Bengawan Solo terletak di dekat Kecamatan Sidayu di Kabupaten Gresik. Delta sungai saat ini dialihkan oleh kanal buatan menuju utara pada zaman Hindia Belanda. Delta sungai yang asli mengalir ke Selat Madura, tetapi pada 1890 dibuat terusan sepanjang 12 kilometer untuk mengalihkan Bengawan Solo ke Laut Jawa.

Tujuan pembuatan kanal untuk mencegah sedimentasi lumpur mengisi Selat Madura dan dengan demikian mencegah akses laut ke kota pelabuhan penting Surabaya. Hal ini karena delta Sungai Bengawan Solo memiliki aliran sedimentasi lumpur yang sangat besar yang mengendapkan 17 juta ton lumpur per tahun.

Sedimentasi di delta ini membentuk tanjung, yang rata-rata tumbuh memanjang 70 meter per tahun. Delta sungai ini dikenal sebagai Tanjung Pangkah, karena berada di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik. Demikianlah aliran Bengawan Solo yang dikenal saat ini.

Namun siapa sangka Bengawan Solo dulunya bermuara di Samudra Hindia bukan Laut Jawa. Aliran sungainya hanya sepanjang 20 kilometer dari hulu. Namun karena peristiwa geologis, alirannya berubah dari selatan ke utara pada kira-kira pada empat juta tahun yang lalu.

Penyebabnya adalah pengangkatan daratan akibat desakan lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng Euro-Asia. Aliran ini mengangkat bagian Pulau Jawa di wilayah yang sekarang ini disebut dengan Pegunungan Sewu. Dampaknya aliran sungai berubah arah menuju ke utara.

Hulu sungai Bengawan Solo purba sama dengan aliran sungai yang mengalir ke utara. Dari sini air mengalir ke wilayah hilir dan berakhir di Pantai Sadeng, sebuah teluk bertebing di Kabupaten Gunungkidul bagian timur. Teluk ini sejak 1983 digunakan sebagai pelabuhan nelayan, dipelopori para nelayan migran dari Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen.

Ada yang menarik dari bekas aliran Bengawan Solo purba yang saat ini tengah menjadi perhatian yaitu Dusun Wotawati. Di wilayah yang berada di Desa Pucung, Kelurahan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul ini, sinar matahari terlambat bersinar dan cepat menghilang.

Pada 11 Februari 2024 lalu misalnya, matahari terbit di Gunungkidul pada pukul 05.40 WIB. Sementara waktu waktu terbenamnya berada pada pukul 18.30. Berbeda dengan wilayah lain di kabupaten ini, warga Dusun Wotawati baru bisa menikmati sinar matahari langsung pada pukul 08.00 WIB.

Baru beberapa jam menikmati sinar mentari, warga sudah harus kembali kehilangan. Di sini matahari sudah menuju peraduan pada sekitar pukul 16.00 WIB, karena tertutup oleh perbukitan yang ada di sisi barat lembah. Akibatnya dusun ini gelap lebih awal dibandingkan tempat lain.

Dusun Wotawati sendiri berjarak sekitar 78,4 kilometer dari jantung Kota Jogja melewati Playen, Wonosari dan Semanu dengan waktu tempuhnya 2 jam 6 menit. Lokasi dusun ini terpencil karena tidak berada di jalan utama menuju destinasi wisata atau jauh dari Pantai Selatan Jawa (Pansela).

Lokasinya berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Di timur bukit berbatasan dengan Dusun Ngelo, Desa Sumberagung, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah.

Lokasi dusun ini tepat berada di lembah yang dulunya merupakan aliran sungai. Cekungan ini dulunya merupakan aliran Sungai Bengawan Solo purba. Di kanan kiri atau timur dan barat dari dusun ini berupa tebing hijau ditumbuhi aneka tanaman keras milik warga.

Namun tanaman yang mendominasi kedua bukit adalah tanaman jati yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Selain itu di sela-selanya banyak ditumbuhi rumput gajah yang sengaja ditanam untuk pakan ternak seperti kambing dan sapi.

Di sebelah utara dan selatan dari Sungai Bengawan Solo purba digunakan untuk bertani, seperti singkong, jagung, kedelai, pisang, dan lainnya. Masyarakat menggarap lembah yang kondisinya relatif lebih subur dibandingkan tanah diatasnya yang berupa batu karang.

Dusun ini mayoritas penduduknya memang bertani dan beternak. Ada sebanyak 82 kepala keluarga (KK). Secara administratif Dusun Wotawati terbagi ke dalam 4 rukun tetangga (RT).

Bersuhu Sejuk

Sinar matahari yang cepat pergi di Dusun Wotawati membuat wilayah ini cukup sejuk. Suhunya berkisar antara 29 derajat Celsius hingga 24 derajat Celsius, meski bukan berada di dataran tinggi. Tentu saja kesejukkan inilah yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan.

Salah satu yang dialami warga adalah jemuran pakaian mereka menjadi susah kering. Selain itu jika pergi ke tetangga atau tempat luar dusun harus cepat-cepat pulang karena keadaaan cepat menjadi gelap. Masyarakat berusaha untuk sampai di rumah sebelum pukul 16.00 WIB.

Durasi paparan sinar matahari yang lebih pendek mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Oleh karenanya masyarakat memilih jenis tanaman yang mudah ditanam seperti singkong, sirsak, jati dan lainnya. Apalagi di wilayah ini umumnya berupa tegalan dengan irigasi hanya mengandalkan air hujan.

Kendala lain yang dialami warga Wotawati adalah sinyal internet. Hanya dua layanan layanan dari Telkomsel dan Indosat, sementara sinyal dari penyedia layanan seluler lain masih tidak dapat diterima di tempat ini.

Bagi masyarakat Jawa, nama Wotawati tergolong unik. Usut punya usut, ternyata pada zaman dahulu kala ada dua orang dari Kerajaan Majapahit bernama Arum Sukowati dan Raden Joko Sukmo yang tinggal di Gua Puteri di salah satu bukit Dusun Wotawati.

Saat ingin menyeberangi sungai, kedua orang ini kemudian memutuskan untuk membuat jembatan dari kayu atau disebut wot dalam bahasa Jawa. Sayangnya saat jembatan sudah jadi lalu dilewati, Arum Sukowati justru terpeleset. Mengetahui hal itu, Raden Joko Sukmo langsung menarik untuk menyelamatkannya.

Karena kejadian itulah tempat ini jadi dusun atau desa yang dinamai Wotawati. Wot diambil dari kayu yang dipakai untuk menyebrang, dan Wati dari yang lewat jembatannya.

Saat ini Dusun Wotawati tengah dikembangkan menjadi desa wisata. Pemerintah tengah mengembangkan berbagai UMKM dengan produk yang bisa dibeli oleh wisatawan. Selain itu beberapa rumah warga saat ini telah disulap menjadi homestay agar wisatawan dapat menginap untuk menikmati dusun yang indah dan unik ini. hay/I-1

Baca Juga: