Setelah melakukan persiapan lebih dari 20 tahun, akhirnya Indonesia, khususnya DKI Jakarta, memiliki angkutan massal berjuluk Mass Rapid Transit (MRT). Kini, warga DKI Jakarta dan sekitarnya sudah bisa merasakan kenyamanan alat transportasi yang mampu mengangkut ribuan orang sekali jalan.
Proyek senilai 16 triliun rupiah ini dibangun untuk mengurangi kepadatan lalu lintas yang luar biasa di Ibu Kota negara. MRT Jakarta akan dibangun dalam beberapa fase. Fase pertama pembangunannya adalah rute Bundaran HI-Lebak Bulus, didanai melalui pinjaman dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC), yang kemudian bergabung ke dalam Japan International Cooperation Agency (JICA).
Di balik kesuksesan pengoperasian MRT pada akhir Maret 2019 dengan rute Bundaran Hotel Indonesia (HI)-Lebak Bulus yang sangat dinanti masyarakat ada seseorang yang berperan mengondisikan agar moda transportasi ini dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Sosok tersebut adalah Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang telah dan akan dilakukan untuk meningkatkan pembangunan MRT di Jakarta, wartawan Koran Jakarta, Muhammad Zaki Alatas, berkesempatan mewawancarai Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar, di beberapa kesempatan terpisah di Jakarta, belum lama ini. Berikut petikan selengkapnya.
Bisa diceritakan awal karier Anda?
Saya mengawali karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Pekerjaan Umum tahun 1991 atau setelah lulus kuliah. Saat itu, saya bertugas untuk melakukan perencanaan dan pengawasan jalan nasional dan provinsi di Maluku selama enam tahun.
Meskipun sejalan dengan latar belakang pendidikan, tapi bekerja di tempat yang sama dalam waktu yang cukup lama membuat saya tidak kerasan dan ingin menjajal hal yang baru. Kebetulan, saya sekolah lagi ke jenjang magister melalui beasiswa.
Sekolah di luar negeri?
Iya, nasib baik pun berpihak kepada saya dengan diterima di University of New South Wales, Australia, pada 1997 untuk mengambil jurusan ilmu transport engineer. Dua tahun fokus pada pendidikan, saya memutuskan kembali ke Indonesia. Sayangnya, saat itu disambut dengan kondisi politik Indonesia yang tidak stabil di tahun 1999.
Itu pula yang membuat saya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Tahun 2001, saya mendapatkan beasiswa Doctor of Philosophy (PhD) di University of Canterbury, Selandia Baru, untuk bidang geografi. Selesai mengenyam pendidikan di Selandia Baru tahun 2004, saya masih belum berniat pulang kampung ke Indonesia.
Kenapa?
Saya betah berada di luar negeri karena saya dapat berpartisipasi pada konferensi yang diadakan di banyak negara. Saat itu, saya juga mendapatkan tawaran untuk menjadi seorang pengajar di salah satu kampus di Selandia Baru.
Apa yang membuat Anda kembali ke Indonesia?
Pada saat yang bersamaan terjadi bencana gempa dan tsunami dahsyat yang melanda Aceh dan Nias di akhir tahun 2004. Saya memutuskan untuk pulang ke Indonesia untuk menyumbangkan tenaga, ilmu, dan pemikiran untuk menolong korban bencana.
Lalu Anda kerja di mana?
Setelah saya pulang ke Indonesia, saya diminta Pak Kuntoro (Mangkusubroto) untuk membantunya memimpin Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang dibentuk tahun 2005. Tidak berpikir panjang, saya langsung menerima tawaran untuk duduk sebagai Ketua Tim Rekonstruksi Nias dan langsung terbang ke daerah tersebut untuk pemetaan wilayah, pengaturan konstruksi karena dana pembangunan sudah mulai dikucurkan.
Seberapa berat perkerjaan ini?
Saya akui bukan hal mudah untuk mengembalikan suatu daerah yang hancur dengan masyarakat yang putus asa setelah terkena bencana alam. Saya bersama tim mencoba mengembalikan semangat masyarakat setempat untuk bersama-sama melakukan pembangunan. Tidak jarang pula saya harus menginap di salah satu rumah warga hanya untuk mendapatkan kepercayaan dari mereka.
Hasilnya?
Saya bersyukur kerja keras saya tak sia-sia. Nias dalam waktu singkat dapat kembali hidup menjadi pulau yang lebih baik dengan membangun 600 kilometer (km) jalan baru, membangun 200 sekolah, klinik. Tidak hanya itu, penyaluran beasiswa pendidikan untuk masyarakat setempat juga dilakukan.
Terkait awal karier di MRT, apa yang pertama Anda lalukan?
Saya melakukan pembenahan dalam sisi operasional proyek pembangunan di lapangan. Saya fokus dalam masalah pembebasan lahan karena itu salah satu masalah besar yang mempengaruhi pekerjaan kami di MRT. Agar cepat selesai, saya turun langsung ke wilayah yang dinyatakan sulit dalam pelepasan lahan. Saya tak sungkan berdialog dengan warga, sehingga akhirnya kami mendapatkan lahan yang diinginkan.
Saat ini MRT telah beroperasi, bagaimana Anda melihatnya?
Iya, kami bersyukur kerja keras kami selama ini telah dapat dinikmati masyarakat. Kami berharap moda transportasi ini dapat membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota, sehingga MRT menjadi moda alternatif yang layak dipilih.
Target jumlah penumpang?
Ketika buka di akhir Maret itu inginnya 65 ribu penumpang per hari. Kemudian sejalan dengan perkembangan dan integrasinya sudah mulai bagus, kami harapkan sampai dengan 130 ribu penumpang per hari. Itu cukup banyak. Memindahkan 130 ribu orang per hari secara signifikan akan bisa mulai mengatasi penurunan kendaraan yang masuk ke kota dari arah selatan.
Ada rencana membangun MRT ke kota lain?
Pada prinsipnya, MRT siap membantu melihat kemungkinan-kemungkinan di kota mana, dengan skala penduduk yang sudah tinggi yang membutuhkan MRT. Jadi, jangan tunggu kotanya seperti Jakarta, baru dibangun MRT, nanti susah. Jadi ada kota-kota yang sudah siap, kami siap bekerja sama untuk memberikan dukungan teknis agar kota-kota tersebut bisa membangun MRT juga.
Provinsi yang sudah tertarik membangun MRT?
Yang sudah berkomunikasi dengan kami itu Tangerang Selatan. Wali kotanya sudah melakukan berbagai pendekatan dan kami juga menjajaki berbagai kemungkinan untuk perpanjangan jalur MRT dari Lebak Bulus ke kawasan Tangerang Selatan. Kedua, mungkin juga dengan Jawa Barat, karena jalur MRT yang east-west itu akan dari Balaraja, Banten, sampai ke Cikarang, Jawa Barat. Jadi itu memang masuk dalam kerangka besar kami.
Fasilitas yang bisa dirasakan masyarakat di stasiun MRT?
Jangan ragu, kalau Anda berada di bawah tanah pasti Wifi tetap on. Kami punya fasilitas itu. Jadi, internet masih bisa dilakukan, free. Kami memberikan fasilitas Wifi. Kedua, ada coffeeshop, ada ATM, vending machine ticket, ada ritel lain, seperti tempat jajanan, food and beverage, fashion, minimart. Itu ada di masing-masing stasiun. Kami punya 13 stasiun dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI ada.
Aturan untuk pengguna MRT?
Memang unik. MRT ini memang dijaga kebersihan. Jadi, di bawah Anda tidak akan temukan tempat sampah, karena kami berharap masyarakat benar-benar meng-educate dirinya untuk menjaga kebersihan stasiun. Tidak diperkenankan untuk makan dan minum di dalam stasiun. Keluar dari stasiun, silakan makan dan minum. Makanan-makanan yang di bawah itu bukan makanan yang dimasak karena di dalam stasiun tidak bisa masak. Jadi, paket-paket yang disiapkan ini yang grab and go, makannya nanti di tempat lain. Tapi fasilitas-fasilitas itu ada di stasiun kami.
Apa saja larangan bagi masyarakat saat di MRT?
Yang pertama pasti duren jangan dibawa, no pets karena itu area publik, dilarang makan dan minum. Sepeda diizinkan tetapi yang lipat. Dilarang berbicara bising. Kemudian menghargai orang-orang yang berkebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas, orang yang lebih tua, anak-anak. Ada area khusus yang disiapkan untuk mereka. Tolong perhatikan budaya antre. Ini yang kami dorong supaya nyaman.
Apakah MRT Jakarta akan menyiapkan tourist pass seperti di Singapura?
Ini pesannya adalah integrasi. Cuma pada saat kami mulai masih menerima semua tiket, apa yang bisa masuk, supaya memudahkan masyarakat. Ini dilakukan karena kartu yang dipegang masyarakat ini kan kartu berbeda-beda sehingga apa yang ingin kami permudah adalah kartu tersebut bisa masuk ke MRT Jakarta.
Ke depan, yang sedang dipikirkan adalah proses integrasi ticketing. Jadi, ada satu tiket yang bisa kami gunakan. Pada saat integrasi itu kami bisa berikan fasilitas misalnya e-hari tiket, ada program loyalty, promosi yang bisa kami berikan pada saat integrasi bisa dilakukan. Pada saat sekarang itu belum bisa karena masing-masing provider dan bank punya program sendiri-sendiri.
Bagaimana perkembangan pembangunan MRT fase II?
Jadi, pembangunan fase II ini sudah mulai diproses. Fase II ini dimulai dari titik akhir Bundaran HI, kemudian ke Sarinah, Monas, Harmoni sampai ke Kota. Itu ada delapan stasiun. Kami mulai tahun ini. Proses pengadaannya juga sudah mulai. Kami berharap kalau on time mulai tahun ini, di 2024 sudah mulai bisa menikmati layanan di fase II. Jadi, dari selatan di Lebak Bulus sampai ke Kota atau Ancol akan terhubung kira-kira sepanjang 25 km.
Rute mana lagi yang akan dibangun MRT?
Selain utara-selatan, kemudian juga timur-barat yang nanti berpotongan di Sarinah. Jadi, timur-barat itu mulai dari Kalideres, kemudian kawasan di Cengkareng, ke Kembangan, masuk ke arah Sarinah. Kemudian, berinteraksi sampai ke timur di Ujung Menteng, kawasan Pulomas. Itu potensi yang akan kami kembangkan untuk East-West.
Untuk yang rute ke Pondok Cabe?
Itu bagian dari Tangerang Selatan. Itu akan kami dorong dengan pendekatan kemitraan pemerintahan dan badan usaha. Jadi tidak oleh pemerintah, tetapi kami akan mendorong keterlibatan pihak swasta, mulai dari Lebak Bulus ke selatan, melewati Ciputat, Pamulang sampai ke Pondok Cabe.
Apa pesan untuk masyarakat yang menggunakan MRT?
Terima kasih masyarakat. Mari kita sambut kehadiran MRT Jakarta. Saya mengundang semua masyarakat untuk menggunakan MRT Jakarta, menjaga kenyamanan, dan keamanan. Merawat seluruh fasilitas yang dipunyai, dan Anda yang masih menggunakan kendaraan pribadi mari ramai-ramai tinggalkan kendaraan pribadi Anda di rumah atau di tempat-tempat parkir di luar kota Jakarta, dan masuk ke Jakarta dengan naik MRT Jakarta.
N-3