Dokter Ahli Bedah Robotik RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Reno Rudiman memperkirakan layanan operasi bedah jarak jauh melalui bantuan alat robotik di Indonesia dimulai paling lambat 2025.
"Platformnya sudah kami siapkan. Praktik nyata pembedahan jarak jauhnya belum, baru pada 2024 dan 2025 ditargetkan bergulir. Saat ini kami baru tancapkan benderanya," kata Reno Rudiman di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (30/6).
Reno menjelaskan, cara pembedahan melalui bantuan alat robotik atau robotic surgery dikendalikan menggunakan console di tangan dokter bedah, maupun remote control jarak jauh. Nantinya, mesin akan menerjemahkan setiap gerakan tangan pembedah ke lengan robot di tubuh pasien.
Ia mengatakan, gerakan robot sangat akurat dan presisi sebab tremor tangan dokter bedah dapat diabsorbsi, sehingga gerakan instrumen tetap stabil. Robotik juga membuat posisi operator lebih ergonomis, sehingga tidak melelahkan untuk operasi yang memakan waktu lama.
Menurut Reno, robotic surgery sangat potensial untuk melakukan telesurgery atau pembedahan jarak jauh, di mana lokasi operator dapat berjauhan dengan lokasi pasien berada. Adapun keuntungan dari robotic surgery ada pada akurasi gerakan yang lebih presisi saat melakukan bedah luka operasi kecil, sehingga nyeri usai bedah bisa ditekan seminimal mungkin.
"Kadang tangan dokter yang sudah berusia lanjut suka bergetar untuk gerakan-gerakan halus saat operasi bedah. Misalnya usus, kalau dijepit tidak boleh keras sebab bisa rusak. Dengan bantuan robot, dia bisa menyesuaikan cengkeramannya. Juga saat pegang jarum saat jahit luka, itu harus bisa dipegang kuat," ucapnya.
Selain itu, kata Reno, trauma jaringan dan risiko perdarahan lebih sedikit, risiko infeksi lebih kecil, lama rawat lebih singkat dan pasien dapat cepat kembali ke aktivitas rutin.
Reno menuturkan robotic surgery berbeda dengan bedah laparoskopi yang kini dikendalikan langsung instrumennya di hadapan pasien, posisi dokter bedah seringkali tidak ergonomis. Gerakan instrumen laparoskopi terbatas hanya dua arah derajat kebebasan gerak.
Sementara pada bedah robotik, kata dia, instrumen dikendalikan secara remote, posisi dokter bedah sangat ergonomis dan tidak melelahkan, serta gerakan instrumen robotik sangat fleksibel karena terdapat tujuh arah derajat kebebasan gerak.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang mengembangkan Pusat Bedah Robotik Indonesia di RSUP Dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta untuk memfasilitasi pembedahan jarak jauh atau telesurgery. Telesurgery memungkinkan posisi operator yang mengendalikan console, berjarak jauh dengan lengan robotik dan pasiennya.
"Jarak jauh bisa hanya berbeda ruangan di RS yang sama, atau di lokasi RS yang berbeda, bahkan bisa berbeda pulau, negara, maupun benua," ujar Reno.
Pemanfaatan robotik untuk keperluan bedah medis baru dilakukan pada satu rumah sakit di Indonesia, yaitu RS Bunda dengan keterbatasan koneksi teknologi 2.5. Sementara di Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara di Eropa sudah menggunakan teknologi 5.0 yang memungkinkan robot bedah dikendalikan dari jarak 1.250 kilometer dari lokasi operator.
"Dokter bedah konsultan yang sangat ahli dalam bidangnya, tidak perlu datang ke daerah terpencil, daerah bencana, ataupun daerah konflik untuk dapat melakukan pembedahan kompleks, yang tidak dapat dilakukan oleh dokter bedah di daerah tersebut," tutur Reno.
Reno menambahkan, program robotic telesurgery di RS Hasan Sadikin berjalan sejak 2020 yang dimulai dengan pelatihan operator dari kalangan dokter spesialis bedah untuk mengoperasikan Robotic Sina.
"Instrumen yang digunakan Sina memiliki ukuran 5 mm, sehingga luka yang diakibatkan operasi bisa lebih minimally invassive lagi," katanya.