JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyerukan agar dibuka akses penuh untuk menyalurkan bantuan medis dan bahan bakar ke Gaza sesegera mungkin.

"Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan keprihatinan kami terhadap pasien yang baru saja kehilangan satu-satunya kemungkinan untuk menerima pengobatan kanker atau perawatan paliatif yang dapat menyelamatkan nyawa," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, melalui platform X pada Rabu (1/11).

Seperti dikutip dari Antara, Tedros mendesak dan memohon untuk mendapatkan akses penuh terhadap bantuan medis dan bahan bakar sekarang. "Semakin kita menunggu, semakin kita membahayakan kehidupan yang rentan ini," ujar Tedros.

Rumah Sakit Persahabatan Turki- Palestina, satu-satunya rumah sakit umum untuk pasien kanker di Jalur Gaza, tidak dapat berfungsi karena serangan Israel dan kekurangan bahan bakar, kata Doctors Without Borders atau Médecins Sans Frontières (MSF) pada Rabu.

"Sampai hari ini, rumah sakit tersebut tidak dapat digunakan lagi karena kekurangan bahan bakar dan beberapa serangan yang mempengaruhi fasilitas tersebut. Ini adalah satu-satunya rumah sakit umum untuk pasien kanker di Jalur Gaza, dan sekarang nyawa puluhan pasien kanker di rumah sakit tersebut terancam," kata MSF di X.

Mengakhiri Perang

Sementara itu, Pemimpin Gereja Katolik Seluruh Dunia, Paus Fransiskus, pada Rabu (1/11), mengatakan solusi dua negara diperlukan bagi Israel dan Palestina untuk mengakhiri perang seperti yang terjadi saat ini dan menyerukan status khusus bagi Yerusalem.

Dikutip dari The Straits Times, dalam sebuah wawancara dengan saluran berita milik televisi pemerintah Italia, RAI, Paus Fransiskus berharap eskalasi regional dapat dihindari dalam konflik yang dimulai ketika Hamas memasuki Israel, menewaskan sekitar 1.400 warga Israel, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 230 orang.

Dia prihatin dengan meningkatnya antisemitisme, dan menambahkan bahwa sebagian besar dari hal tersebut "masih tersembunyi".

"(Itulah) dua bangsa yang harus hidup bersama. Dengan solusi bijak itu, dua negara. Perjanjian Oslo, dua negara yang jelas dan Yerusalem dengan status khusus," kata Paus Fransiskus.

Pada 1993, Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, dan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina, Yasser Arafat, berjabat tangan mengenai Perjanjian Oslo yang menetapkan otonomi terbatas Palestina.

Presiden AS, Bill Clinton, Perdana Menteri Israel, Ehud Barak, dan Arafat mengambil bagian dalam KTT Camp David pada 2000, namun gagal mencapai kesepakatan perdamaian akhir.

Israel merebut Yerusalem Timur Arab pada 1967 dan pada 1980 mendeklarasikan seluruh kota tersebut sebagai "ibu kota bersatu dan abadi". Warga Palestina memandang bagian timur kota ini sebagai Ibu Kota negara mereka di masa depan.

Baca Juga: