JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (10/1) mengatakan sangat prihatin dengan memburuknya krisis kesehatan di Ethiopia. Kekeringan, konflik, dan pengungsian manusia memicu penyakit dan kelaparan.

Sebuah mosaik yang terdiri dari lebih dari 80 komunitas etno-linguistik, negara terpadat kedua di Afrika dalam beberapa tahun terakhir INI telah mengalami pecahnya kekerasan mematikan atas identitas dan klaim teritorial.

Perang pecah antara pasukan pemerintah dan pemberontak di wilayah Tigray utara Ethiopia pada November 2020, dengan konflik yang ditandai dengan kekejaman massal yang dilakukan oleh semua pihak.

Kesepakatan "penghentian permusuhan" pada November 2022 seolah-olah mengakhiri konflik brutal yang telah berlangsung selama dua tahun.

Namun hal ini belum mengakhiri semua permasalahan Ethiopia.

"WHO sangat prihatin dengan memburuknya krisis kesehatan di beberapa bagian negara ini," kata Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesusi pada konferensi pers di Jenewa.

"Konflik, kekeringan, dan pengungsian mendorong meluasnya kelaparan dan wabah penyakit, termasuk laporan media tentang kondisi hampir kelaparan di Tigray dan Amhara," katanya.

Fenomena cuaca El Nino telah berdampak pada lebih dari 17 juta orang di seluruh Ethiopia, namun dampaknya di wilayah utara sangat memprihatinkan, kata Tedros.

"Wabah penyakit menyebar di Ethiopia utara, sebagai akibat dari konflik, kekeringan, guncangan ekonomi, dan kekurangan gizi, terutama di wilayah Tigray dan Amhara."

Tedros, mantan menteri kesehatan dan luar negeri di Ethiopia, mengatakan lebih dari 30.000 kasus kolera dilaporkan antara Agustus 2022 dan Desember 2023 di seluruh negeri.

"Wabah malaria, campak, leishmaniasis dan demam berdarah juga meningkat," katanya, seraya menyerukan akses yang lebih besar ke daerah-daerah yang terkena dampak untuk menilai kebutuhan.

Dia mengatakan internet masih terputus di Amhara, sementara pembatasan pergerakan juga menghambat komunikasi dan penyediaan bantuan kemanusiaan.

"Pertempuran mempengaruhi akses terhadap fasilitas kesehatan, baik melalui kerusakan atau kehancuran, hambatan jalan dan hambatan lainnya," tambahnya.

Direktur kedaruratan WHO Michael Ryan mengatakan badan tersebut melihat negara-negara terjebak dalam siklus krisis di mana mereka tidak dapat pulih sebelum krisis berikutnya dimulai.

"Sayangnya, yang semakin sering kita lihat adalah sekelompok negara yang terus mengalami krisis berulang; hampir terjerumus ke dalam jurang kerapuhan, konflik, dan kerentanan," katanya.

Baca Juga: