Pelaku industri baja membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing secara adil dan melindungi investor melalui terciptanya iklim perdagangan secara lebih sehat.

JAKARTA - Pelaku usaha dalam negeri mengeluhkan kenaikan volume impor baja tahun lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kenaikan impor baja sebesar 23 persen yang semula 3,9 juta ton pada 2020 menjadi 4,8 juta ton pada 2021.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Anggawira, menyayangkan impor baja kembali menunjukkan tren peningkatan di saat industri baja dalam negeri sedang berupaya meningkatkan kinerjanya di tengah pandemi Covid-19. Peningkatan impor tersebut disebabkan praktik unfair trade, seperti praktik dumping dan pengalihan pos tarif.

"Ada upaya-upaya dari importir yang selama ini mendapatkan keuntungan besar dari mekanisme impor yang tidak rela dengan berkembangnya industri baja nasional dan mencari kambing hitam. Perlu ada ketegasan pemerintah dalam mengatur, Krakatau Steel saat ini juga dalam posisi baik dan makin membaik artinya selama ini pengetatan importasi adalah hal yang baik," tegas Anggawira di Jakarta, Selasa (25/1).

Karena itu, Anggawira berharap pemerintah memperketat izin impor untuk berbagai produk yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Bila tidak segera dilakukan pengendalian kuota impor, dikhawatirkan tren peningkatan impor terus berlangsung hingga tahun ini. Hal itu akan berakibat pada terganggunya investasi yang sudah dilakukan di industri baja Indonesia.

"Jika memang ada hal-hal yang mengupayakan pemerintah melalui kementerian terkait dalam menekan laju importasi baja, lebih baik diungkapkan saja secara terbuka. Ini yang kami harapkan karena dalam situasi sekarang kita perlu upaya bersama dari stakeholder, apalagi di dunia usaha untuk membangun kemandirian industri nasional kita," jelasnya.

Anggawira menegaskan pelaku industri baja membutuhkan perlindungan yang dapat mendorong kesempatan bersaing secara adil dan melindungi investor melalui terciptanya iklim perdagangan secara lebih sehat. Dengan demikian, industri nasional dapat berkembang.

"Apalagi industri baja sebagai mother of industry perlu diperkuat industri baja nasional dengan menekan laju impor yang selama berapa tahun belakangan dilakukan secara brutal-brutalan, ini diperlukan. Saya harap Ginsi bisa juga mendukung upaya-upaya ini, bukan memberikan polemik yang kami rasa dari HIPMI ini bisa membuat situasi tidak kondusif," ucapnya.

Tumbuh Positif

BPS mencatat, pada kuartal III-2021, sektor industri logam dengan HS 72-73 mampu tumbuh di atas 9,82 persen. Kinerja ini juga didukung ekspor produk baja hingga November 2021 mencapai 19,6 miliar dollar AS dan mengalami surplus sebesar 6,1 miliar dollar AS.

Direktur Industri Logam, Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Budi Susanto, mengatakan subsektor baja tetap tumbuh positif.

"Pertumbuhan positif sektor baja akibat upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan konsep smart supply demand, yang diterapkan dengan berpihak pada industri baja nasional mulai dari sektor hulu, antara hingga hilir," pungkas Budi.

Baca Juga: