JAKARTA - Salah satu masalah yang dihadapi seseorang pasca menjalani infeksi adalah munculnya infeksi daerah operasi (IDO). Menurut International Journal of Infectious Diseases (2020), di negara berkembang IDO terjadi 8-30 persen dari semua pasien yang menjalani prosedur bedah dan menjadi penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas setelah operasi.

Dokter Spesialis Bedah Saraf Konsultan & Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (Ikabi) Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS(K), mengatakan, salah satu fokus utama Ikabi adalah penanganan IDO karena angka kejadiannya cukup tinggi.

"Insiden IDO di Indonesia bervariasi antara 2-18 persen di tahun 2011. Laporan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2013 menyebutkan insiden IDO pada bedah abdomen sebesar 7,2 persen dan tahun 2020 dilaporkan 3,4 persen2," ujar dia dalam webinar Kamis (28/10).

IDO dalam bahasa inggris disebut surgical site infection (SSI), menyebabkan kematian 3 kali lipat lebih tinggi dan beban biaya yang lebih tinggi karena durasi rawat inap yang secara signifikan lebih tinggi. Oleh karenanya diperlukannya intervensi medis tambahan seperti misalnya operasi ulang, akibat terjadinya IDO.

Andi menambahkan, untuk mencegah kerugian akibat IDO dan memperlambat laju resistensi antibiotik, diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai sektor kesehatan. Perlu adanya pendekatan holistik untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian, dan tanggung jawab, terutama bagi dokter spesialis yang melakukan pembedahan tentang pencegahan IDO dan tatalaksana yang tepat berbasis bukti ilmiah.

Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif & Tim penyusun Clinical Practice Guideline (CPG) IDO Dr. dr. Warsinggih, Sp.B-KBD, mengatakan, terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan faktor risiko terjadinya IDO. Penyakit bawaan atau komorbid menjadi faktor utama terjadinya IDO.

Beberapa risiko IDO adalah mereka yang mengalami hiperglikemia atau tingginya kadar glukosa darah yang tidak terkendali, gizi buruk, obesitas, gangguan sirkulasi iskemia atau kekurangan suplai oksigen ke organ atau jaringan, hipoksia yaitu kekurangan oksigen dalam jaringan, dan hipotermia atau suhu tubuh rendah. "Obesitas juga menjadi risiko utama sejumlah penyakit yang dapat mempengaruhi keberhasilan operasi," ujar dia.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 peningkatan obesitas di Indonesia terjadi signifikan yakni sebesar 14,8 persen, dan data 2013 angkanya menjadi 21.8 persen. Seseorang dengan obesitas memiliki kemungkinan terjadi IDO sebesar 1,1 hingga 4,4 kali lipat menurut riset Thelwall Clink Microbiol Infect (2015).

Pada penderita obesitas peningkatan massa lemak mengakibatkan lemahnya sistim imun sehingga pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu, adanya mikroorganisme dan faktor lingkungan lain di ruang operasi serta personil bedah yang kurang steril dapat meningkatkan risiko IDO.

"Terkait tata laksana pasca bedah, CPG IDO yang disusun oleh pada dikter ahli mengeluarkan rekomendasi antara lain melakukan penggantian balutan dan membersihkan luka 48 jam pasca bedah dan melakukan perawatan luka menggunakan balutan interaktif (modern dressing, advanced dressing) yang dilakukan secara selektif dan sesuai indikasi," papar Warsinggih.

Perawatan luka paska operasi, dokter perlu menjelaskan kepada pasien atau keluarganya untuk menjaga kondisi luka operasi agar tetap terjaga dengan baik. Untuk penyembuhan yang optimal beberapa hal dapat dilakukan yaitu pertama, ikuti dengan seksama petunjuk penggunaan obat yang diberikan dokter dan konsumsi makanan dan minuman yang bergizi.

Selanjutnya pasien jangan mengelupas apabila terdapat bagian luka yang gatal atau kering. Biasanya relatif aman untuk mandi setelah 48 jam pasca bedah, bila luka operasi ditutup menggunakan balutan/perban yang tahan air (waterproof).

Jika diperbolehkan untuk mengganti balutan/perban sendiri, cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu dan usahakan tidak menyentuh area luka operasi. Pasang perban secara hati-hati, jangan menyentuh bagian dalam dari balutan, dan tidak mengoleskan krim antiseptik di bawah balutan/perban.

"Jika ada kecurigaan pada luka, misalnya bertambah nyeri, atau berbau tidak sedap, segera konsultasi kepada dokter atau tenaga medis lainnya," jelasnya.

Baca Juga: