JAKARTA - Masuknya penyakit hewan dari luar negeri harus diperhatikan ketika dilakukan jual beli benih, termasuk pengemasannya. Semua syarat harus dipenuhi karena yang dipertimbangkan bukan hanya nilai ekonominya tetapi juga risiko pemasukan hama penyakit. Semua ini termasuk platform jual beli online, yang harus diedukasi.

"Jual beli media pembawa karantina tidak hanya tentang nilai ekonominya. Namun juga ada risiko pemasukan hama penyakit sehingga harus mematuhi dan memenuhi persyaratan karantina," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Bambang, di Jakarta, Selasa (3/8).

Pernyataan Bambang itu merespons ditemukannya ratusan kemasan benih ilegal asal luar negeri yang masuk ke wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dari Bea Cukai Manado.

Bambang mengapresiasi sinergisitas unit kerjanya dengan pemangku kepentingan di Sulut. Upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit karantina baik dari luar negeri maupun antar area dalam wilayah NKRI bukan hanya menjadi tugas pejabat karantina. Namun juga menjadi tugas bersama seluruh elemen bangsa, karena wilayah Indonesia sebagian besar memiliki sumber daya hayati yang menjadi tulang punggung perekonomian bangsa.

Berbagai Inovasi

Lebih lanjut ia menjelaskan melalui berbagai inovasi, layanan karantina di seluruh Indonesia sangat mudah diakses. Dengan demikian ia berharap masyarakat juga turut mendukung upaya tersebut, di samping sisi penegakan hukum yang harus tetap dijalankan.

"Ini sudah sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, bahwa layanan karantina harus terus dipermudah, memperketat risiko masuknya hama penyakit dari luar negeri dan mengakselerasi ekspor produk pertanian," imbuh Bambang.

Kepala Karantina Pertanian Manado, Donni Muskyidan Saragih menyebutkan pihaknya menerima ratusan kemasan benih ilegal asal luar negeri yang masuk ke wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dari Bea Cukai Manado.

Menurut Donni, benih atau bibit tanaman masuk dalam risiko tinggi penyebaran hama dan penyakit karantina yang sangat berbahaya. "Setiap butirnya beresiko adanya investasi hama penyakit, bahkan yang belum ada di Indonesia," kata Donni.

Baca Juga: