Inflasi berpotensi meningkat bulan depan jika pemerintah menaikkan harga BBM sehingga dikhawatirkan bisa menggerus daya beli masyarakat.

JAKARTA - Pemerintah diminta jangan terburu-buru menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), menyusul melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sebab, jika hal itu dilakukan, dikhawatirkan makin menambah beban masyarakat.

Harga BBM nonsubsidi diperkirakan naik pada Juli mendatang. Penyesuaian itu mempertimbangkan tiga aspek utama, meliputi tren kenaikan harga minyak mentah dunia, penurunan produksi minyak, hingga depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Menanggapi spekulasi tersebut, anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah menahan diri untuk tak menaikkan harga jual BBM bersubsidi atau pertalite. "Pemerintah jangan cari kesempatan dari pelemahan nilai tukar rupiah ini untuk menaikkan harga BBM bersubsidi. Karena indikator objektif lain dalam pembentukan harga jual BBM bersubsidi masih positif," ujar Mulyanto dikutip dari laman resmi DPR RI, Kamis (27/6).

Sebaliknya, pemerintah sebaiknya fokus mencari solusi pelemahan nilai tukar rupiah tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil. Dia menilai masih banyak upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas APBN tanpa menaikkan harga jual BBM bersubsidi. "Jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok maka langsung terpikir untuk menaikkan harga BBM bersubsidi," ujarnya.

Dia menjelaskan saat ini tren harga minyak mentah dunia cukup stabil di kisaran harga 81 dollar AS per barel. Padahal, pada awal Oktober 2023, harganya mencapai 90 dollar AS per barel. Sementara itu, asumsi makro ICP (Indonesian Crude Oil Price) pada 2024 sebesar 82 dollar AS per barel. Dengan demikian, harga minyak dunia masih di bawah asumsi makro ICP.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indef Esther, Sri Astuti, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah bisa mempengaruhi inflasi apabila tidak segera diatasi oleh regulator sehingga berpotensi memperburuk kinerja perekonomian. "Inflasi harus dijaga dengan mengendalikan harga-harga energi karena memberi andil terhadap kenaikan harga-harga barang lainnya," ucap Esther.

Mitigasi Cermat

Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah, meminta pemerintah melakukan mitigasi dengan cermat terkait isu melemahnya nilai tukar rupiah yang signifikan. Dia mengingatkan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral agar tidak tinggal diam.

"Langkah yang harus segera dibuat di awal adalah melakukan mitigasi dengan cermat. Setiap kebijakan harus didasarkan pada bukti-bukti (evidence based policy)," tutur Charles.

Pemerintah, menurutnya, harus lebih berhati-hati sebab jika salah langkah bisa berdampak pada ekonomi nasional. Dia menyebutkan pemerintah harus melihat dari dua sisi, baik fiskal maupun moneter, sebagai langkah antisipasi sekaligus perbaikan.

Tidak hanya dengan langkah tersebut, Charles menekankan kepada pihak BI untuk tidak membiarkan nilai rupiah dalam kondisi yang terus melemah atau bergerak liar (volatile). "Secara teknis, bisa dilakukan kebijakan intervensi misalnya di pasar non-deliverable forward (NDF), pasar spot, dan pasar surat berharga negara (SBN)," ujarnya.

Baca Juga: