Potensi lonjakan inflasi ke depan bisa mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah sehingga berdampak terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.

JAKARTA - Pemerintah perlu mengantisipasi potensi inflasi tinggi tahun ini akibat dipengaruhi sejumlah faktor mulai dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga rencana penyesuaian tarif energi. Sebab, inflasi tinggi dikhawatirkan dapat memperlemah daya beli masyarakat yang kini berangsur pulih dari dampak pandemi Covid-19.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan inflasi nasional pada 2022 di kisaran 2,5-5,5 persen. Angka tersebut di atas target inflasi yang ditetapkan pemerintah di rentang 2-4 persen.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, optimistis inflasi pada 2022 di atas 2,5 persen, sekalipun di atas 2,5 persen. Hal itu mengingat inflasi tahun ini memang diprediksi lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,8 persen karena aktivitas masyarakat semakin pulih sehingga permintaan semakin melonjak.

"Jadi, artinya tanpa ada tambahan kebijakan tadi (PPN dan pertamax naik) sebetulnya sudah lebih tinggi jauh lebih tinggi dibanding tahun kemarin yang 1,8 persen," ujarnya dalam acara CORE Quarterly Review 2022, di Jakarta, Selasa (19/4).

Bahkan, Faisal memperkirakan inflasi berportensi meningkat di level tertinggi hingga menembus 5,5 persen pada 2022. Estimasi tersebut didasarkan pada pertimbangan adanya kenaikan harga gas LPG tiga kilogram menjadi 20.000 rupiah. "Ini potensinya kenaikannya bisa di atas 5 persen, bahkan 5,5 persen kalau semua (PPN 11 persen serta harga pertamax, pertalite, dan LPG tiga kilogram naik) dilakukan," tegas Faisal.

Menurutnya, potensi lonjakan inflasi ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, sehingga berdampak terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. "Ini akan terasa dampaknya kepada masyarakat. Inflasi ini akan dirasakan berbeda oleh masyarakat kelas atas dan bawah, itu akan jauh berbeda," katanya.

Terkait risiko inflasi tinggi ke depan, Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah tetap mengoptimalkan peran Tim Pengendali Inflasi Nasional (TPIN) dalam menjaga inflasi.

"Dengan menerapkan strategi 4K yakni strategi menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif," kata Menko Airlangga Hartaro dalam keterangan di Jakarta, Selasa (19/4).

Jaga Stabilitas

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menegaskan bank sentral akan ekstra hati-hati dalam mempertimbangkan kebijakan untuk menjaga stabilitas, termasuk stabilitas harga, dengan keperluan untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

"Salah satu dampak ketegangan geopolitik Russia dan Ukraina adalah meningkatnya bahkan melonjaknya harga-harga komoditas global seperti energi dan pangan. Tentu saja berimbas terhadap perkembangan harga dalam negeri," ungkap Perry dalam Pengumuman Hasil RDG Bulanan pada April 2022 Cakupan Triwulanan di Jakarta, Selasa (19/4).

Dia pun menilai besaran dampak konflik kedua negara terhadap harga di dalam negeri akan sangat tergantung pada kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah. Karena itu, koordinasi BI dan pemerintah terus dilakukan untuk mengukur seberapa jauh kenaikan harga komoditas tersebut, seberapa jauh yang akan diserap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), serta seberapa jauh dampaknya terhadap inflasi harga yang diatur pemerintah (administered price).

"Yang sudah kami lihat dan kami masukan dalam perkiraan kami adalah kenaikan harga barang non subsidi, pertamax, dan lainnya. Dari berbagai asesmen itu tentu saja akan diberikan penjelasan dari pemerintah dan kami terus berkoordinasi," katanya.

Baca Juga: