Pemerintah tetap fokus menjalankan program dan kebijakan unggulan yang dapat menopang performa sektor industri, termasuk pelaksanaan program substitusi impor 35 persen pada 2022.
JAKARTA - Pemerintah perlu mewaspadai ancaman pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Meski demikian, isu tersebut harus dihadapi secara bijaksana dan seimbang dalam menghadapi trade off antara kebijakan pembatasan sosial yang diperketat dan sebaliknya.
Hal itu dimaksudkan agar momentum pemulihan tetap terjaga. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang tahun depan tidak sebagus negara-negara maju. Namun, apabila pemerintah mampu mengatasinya, RI bisa keluar dari masalah.
Ekonom Universitas Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan selain mewaspadai potensi gelombang tiga, yang perlu dilakukan menjaga pertumbuhan ialah upaya meningkatkan penerimaan negara. Itu diarahkan kepada kebijakan-kebijakan yang meminimalkan dampak counter cyclical-nya yang menghambat peningkatan konsumsi, investasi, dan ekspor.
"Upaya-upaya menurunkan kebocoran penerimaan pajak dan cukai merupakan salah satu cara meningkatkan penerimaan negara secara signifikan," ucap Suhartoko, di Jakarta, Kamis (7/10).
Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 akan lebih baik dari pada 2021. Sebagai negara sedang berkembang Indonesia telah menunjukkan kinerja yang luar biasa dalam penanganan pandemi Covid-19 pada gelombang ke-2.
"Apabila kinerja tersebut dapat ditingkatkan minimal dapat dipertahankan maka pembatasan sosial dapat segera dilonggarkan, sehingga sektor riil bangkit kembali untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yg lebih baik," ucapnya.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, optimistis pertumbuhan industri pada 2022 akan mampu di kisaran 5-5,5 persen apabila tidak terjadi gelombang besar kasus Covid-19 di Tanah Air. Karena itu, berbagai program dan kebijakan strategis yang mendukung laju kinerja sektor industri terus digulirkan guna menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Untuk tahun ini, target pertumbuhan industri sebesar 4,5-5 persen, sedangkan tahun depan 5-5,5 persen. Pada triwulan II-2021, sektor industri manufaktur berhasil mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 6,91 persen meskipun di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19.
"Tentunya kita berharap laporan triwulan III-2021 yang akan dirilis awal bulan Oktober 2021 ini akan terus menumbuhkan optimisme bagi kita untuk menjalankan pembangunan di sektor industri manufaktur," terangnya.
Program Unggulan
Menperin menegaskan pihaknya tetap fokus menjalankan program dan kebijakan unggulan yang dapat menopang performa sektor industri, termasuk pelaksanaan program substitusi impor 35 persen pada 2022. Upaya strategis ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor sekaligus mendorong penguatan struktur industri manufaktur di dalam negeri.
"Strategi ini ditempuh guna merangsang pertumbuhan investasi di sektor industri substitusi impor dan peningkatan utilitas industri domestik," tutur Menperin.