Pemerintah harus mengakselerasi transisi energi dari fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) guna mengurangi kerentanan ekonomi dari lonjakan komoditas minyak global akibat gejolak geopolitik.

JAKARTA - Importasi minyak membuat harga energi di dalam negeri rentan terdampak gejolak geopolitik. Kenaikan harga minyak global bakal memicu lonjakan inflasi di dalam negeri sehingga dikhawatirkan dapat menggerus daya beli masyarakat. Padahal, selama ini, konsumsi domestik berkontribusi besar dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti memperingatkan harga minyak mentah global bisa terkerek tinggi jika perang antara Hamas dan Israel berlangsung lama sehingga berdampak ke dalam negeri. Karena itu, lanjutnya, transisi ke energi bersih dan kendaraan listrik harus dipercepat agar tak terganggu oleh dinamika ekonomi politik global dan juga bisa lebih hemat dari sisi anggaran.

"Transisi energi juga membantu masyarakat yang bisa terganggu ekonominya apabila harga energi naik," ujarnya kepada Koran Jakarta, Rabu (18/10).

Sebelumnya, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina memperkirakan harga minyak mentah dunia (WTI) berpotensi melonjak mencapai 100 dollar AS per barel jika konflik di Timur Tengah meluas. Menurutnya, kenaikan harga minyak dunia bisa meningkatkan inflasi.

Dia melanjutkan, saat ini, hampir semua negara di dunia sedang berperang dengan inflasi, yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga energi. "Kalau misalnya harga minyak semakin tinggi, akan lebih banyak negara yang suffer (menderita). Jadi, sedini mungkin dicoba untuk diredam," ujar Martha.

Sementara itu, pemerintah menjamin mampu mengantisipasi kenaikan harga minyak imbas konflik Timur Tengah. Kendati kebutuhan minyak menjelang musim dingin pun diproyeksikan kerek inflasi secara global, namun pemerintah tetap optimistis mampu mengatasi dampak kenaikan harga minyak dunia tersebut.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengatakan, dampak perang Timur Tengah saat ini belum berdampak besar ke harga minyak dunia. Namun jika perang berlangsung lama maka akan berpengaruh ke impor minyak mentah dan impor bahan bakar minyak (BBM) RI.

"Sampai hari ini dampaknya masih belum signifikan walaupun kita tahu harga minyak mendekati 90 dollar As per barel, namun kalau ini berlangsung cukup lama saya kira akan berpengaruh," Jelas Tutuka di Jakarta, Rabu (18/10).

Revisi Peraturan

Menurutnya, kenaikan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) akan mempengaruhi harga BBM di masyarakat. Hal ini karena Indonesia impor keduanya yaitu crude oil dan BBM dengan presentase yang hampir sama.

Pemerintah juga mendorong segera diterbitkannya revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang menjadi regulasi acuan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. Dalam revisi tersebut akan mengatur detail kriteria kendaraan yang dapat mengisi Pertalite dan juga tengah mengkaji untuk membuat perbedaan harga Pertalite sesuai dengan jenis kendaraannya.

"Saya mengimbau, pertalite itu untuk masyarakat yang membutuhkan, jadi kalau yang mampu janganlah menggunakannya karena bukan peruntukannya," tegas Tutuka.

Sejauh ini, Pertamina tengah melakukan uji coba pembatasan pembelian Pertalite khususnya bagi kendaraan roda empat di beberapa daerah. Setiap pembeli diwajibkan memiliki Quick Response (QR)

Code untuk dipindai oleh petugas SPBU sebelum melakukan pembelian. Uji coba tersebut dilakukan di 41 kota dan kabupaten yang tersebar di tiga provinsi yakni Aceh, Bangka Belitung, dan Bengkulu. Uji coba juga dilakukan di Timika, Papua.

Baca Juga: