Kalau BI terlalu lambat menaikkan suku bunga acuan, inflasi berisiko tumbuh terlalu tinggi.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diharapkan jangan terlalu lamban memulai pengetatan kebijakan moneter melalui instrumen kenaikan suku bunga acuan. Sebab, jika terlambat mengambil keputusan tersebut, akan mengancam stabilitas rupiah dan memicu inflasi tinggi.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, Teuku Riefky, mengatakan BI perlu memperhatikan "timing" dalam meningkatkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate.

"Jangan sampai BI menaikkan suku bunga terlalu cepat atau terlalu lambat. Jadi, "timing" ini perlu sangat diperhatikan," kata Riefky, Jumat pekan lalu.

Dia mengatakan apabila BI menaikkan suku bunga acuan terlalu cepat, proses pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 yang saat ini terjadi dapat terganggu.

"Kalau terlalu lambat, ini akan memiliki risiko inflasinya akan tumbuh terlalu tinggi," katanya.

Kapan tepatnya BI harus menaikkan suku bunga, menurut dia, akan bergantung pada bagaimana pemerintah menjaga inflasi agar tidak terlalu tinggi hingga menekan daya beli masyarakat serta menahan laju pemulihan ekonomi.

Riefky memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada semester II-2022.

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, mengatakan exit strategy atau normalisasi kebijakan BI akan dilakukan pada saat tepat.

"Normalisasi kebijakan yang prematur akan sangat berisiko bagi pemulihan ekonomi dan sektor keuangan. Namun, apabila terlalu lambat juga akan berdampak pada akselerasi risiko makro yang lebih cepat," kata Destry dalam peluncuran buku, Kajian Stabilitas Sistem Keuangan, yang dipantau di Jakarta, Jumat pekan lalu.

BI bersama pemerintah dan otoritas terkait akan terus berusaha menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui penguatan sinergi dalam kerangka bauran kebijakan nasional.

Dampak Positif

Ekonom David Sumual mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI dapat berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Menurutnya, BI akan menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi agar tidak bergerak terlalu tinggi.

"Kalau kita bisa mengendalikan inflasi, dampak positif kenaikan suku bunga bisa lebih besar. Kalau kita bisa mengendalikan ekspektasi supaya inflasi tidak bergerak liar, itu justru positif dampaknya ke pertumbuhan ekonomi," katanya.

Dia memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada semester II 2022 untuk menahan agar inflasi terkendali di kisaran perkiraan pemerintah 2 sampai 4 persen tahun ini.

Untuk memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia perlu dilakukan secara perlahan-lahan.

Di satu titik tertentu, kalau suku bunga acuan BI sudah terlampau tinggi, itu justru dapat berdampak negatif ke pertumbuhan. Kalau sekarang posisinya suku bunga kita salah satu yang terendah secara historis," katanya.

Dengan kenaikan suku bunga acuan BI, pelaku usaha sektor riil akan mempercepat realisasi investasi atau penambahan modal kerja karena mereka memandang suku bunga acuan BI berpotensi terus naik.

Baca Juga: