Pemerintah perlu mewaspadai lonjakan harga beras yang bisa memicu inflasi nasional ke depan.

JAKARTA - Inflasi nasional berpotensi terus merangkak dalam beberapa waktu ke depan. Terlebih lagi, dalam dua bulan ke depan, ada momentum Ramadan dan Lebaran yang akan memacu tingkat konsumsi masyarakat.

Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengatakan harga beras bakal terkoreksi dua hingga tiga pekan ke depan. Namun, pemerhati pemberasan meminta pemerintah untuk mewaspadai kenaikan harga beras momen puasa dan Lebaran.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan, ke depan pemerintah harus mengantisipasi kenaikan harga beras karena ada momen puasa dan Lebaran. Menurutnya, kenaikan harga itu pasti, karena beras merupakan kebutuhan pokok dan sebagian besar masyarakat makan nasi sehingga permintaan beras bersifat inelastis.

"Artinya, berapa pun harga beras naik akan dibeli, dan kenaikan harga beras mendorong kenaikan harga barang lain jadi terjadi inflasi," tegas Esther kepada Koran Jakarta, Minggu (3/3).

Karena itu, menurut Esther, penting untuk menjaga pasokan beras di Indonesia agar harga beras stabil dan tidak inflasi. Esther menyoroti minimnya produksi beras sehingga membuat pasokan ke pasar berkurang.

"Kalau sekarang belum ada tambahan suplai beras maka harus impor beras, makanya pemerintah harus tingkatkan produksi agar pasokan ke pasar tidak berkurang," ucapnya.

Dalam kesempatan lain, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menegaskan kenaikan harga beras beberapa waktu terakhir dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi kenaikan ongkos input produksi seperti pupuk, benih, sewa lahan, upah pekerja, dan lainnya.

"Kenapa harga beras tinggi? Karena delapan bulan terakhir defisit, jadi antara produksi dan konsumsi. Kalau lihat pada 2023 surplus hanya 340 ribu ton, sementara kebutuhan nasional itu 2,5-2,6 juta ton (per bulan). Pada saat produksi demikian persaingan mendapatkan GKP (Gabah Kering Panen) berebut di tingkat petani," ujar Arief Prasetyo Adi, tengah pekan lalu.

Arief memprediksi harga beras akan terkoreksi signifikan dalam dua hingga tiga pekan ke depan mengacu pada harga GKP di tingkat petani yang sudah mengalami penurunan.

"Harga GKP sedang mengalami penurunan secara bertahap sejak minggu kedua Februari 2024. Hari ini harga gabah kering panen di tingkat petani sudah sekitar 7.100 rupiah per kilogram (kg). Artinya, apabila harga gabah tersebut sudah turun dari 8.600 rupiah per kg ke 7.100 rupiah per kg dalam dua sampai tiga minggu harga beras akan terkoreksi signifikan," ujarnya.

Menurut Arief, beras makin mahal lantaran kenaikan harga GKP juga mengalami kenaikan. Biasanya, sambung Arief, cara simpel menghitung harga beras yaitu dua kali lipat harga GKP.

Berdasarkan data panel harga pangan NFA per 28 Februari 2024, rata-rata harga GKP tingkat petani berkisar 7.120 rupiah per kg, sedangkan harga rata-rata beras premium di tingkat konsumen berkisar 16.770 rupiah per kg, dan beras medium di tingkat konsumen berkisar 14.480 rupiah per kg.

Neraca Defisit

Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi dan konsumsi dalam dua bulan pertama 2024 mengalami defisit mencapai 2,8 juta ton. Hal ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan importasi beras secara terukur untuk mengamankan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

Arief menyampaikan Bapanas menetapkan stok beras minimal yang dikelola Perum Bulog di 1,2 juta ton. Bahkan, Presiden Joko Widodo meminta stok terus diperkuat hingga mencapai tiga juta ton.

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krishnamurti, mengungkapkan panen raya mendatang diharapkan memberikan optimisme terhadap perbaikan stabilitas kondisi perberasan.

Baca Juga: