Selain operasi pasar untuk stabilisasi harga kebutuhan pokok, pembenahan rantai pasok dinilai penting untuk menekan inflasi pangan.

JAKARTA - Pemerintah dinilai masih perlu melanjutkan kebijakan operasi pasar untuk stabilisasi harga kebutuhan pokok. Sebab, kebijakan tersebut masih cukup efektif menekan kenaikan harga pangan akibat terpengaruh oleh kondisi perekonomian global yang sedang bergejolak, terutama setelah adanya konflik Russia-Ukraina.

"Harga bahan pokok yang naik adalah yang bersumber dari impor. Maka jelas, hal ini terjadi karena pengaruh situasi ekonomi global," kata Pengamat Ekonomi, Poltak Hotradero, dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (2/6).

Dia menambahkan hal terpenting yang harus dilakukan adalah membenahi rantai pasokan agar barang yang dibutuhkan masyarakat tetap tersedia di pasar. "Tidak masalah harga mahal asal barangnya ada, karena konsumen akan menyesuaikan diri, semisal lebih berhemat. Lebih bermasalah kalau barangnya tidak ada," kata Poltak.

Dia juga mengharapkan adanya substitusi bahan pokok yang mungkin bisa diperoleh di dalam negeri dan masyarakat juga harus lebih cermat dalam mengatur kebutuhan dalam kondisi saat ini.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Edy Priyono, memastikan fundamental perekonomian Indonesia cukup kuat seiring dengan keberhasilan dalam pengendalian Covid-19. Dia juga mengakui adanya ketidakpastian perekonomian global, tetapi kondisi Indonesia saat ini masih tangguh terhadap adanya berbagai tekanan eksternal tersebut.

Keyakinan itu terlihat dari ekonomi Indonesia yang pada triwulan I-2022 tercatat tumbuh 5,01 persen (yoy), serta menurunnya tingkat pengangguran terbuka dari 6,22 persen pada Februari 2021 menjadi 5,83 persen pada Februari 2022.

Kontributor Terbesar

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Mei sebesar sebesar 0,4 persen dari bulan sebelumnya (mtm). Dengan terjadinya inflasi pada Mei, maka inflasi tahun kalender Mei 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 2,56 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) Mei 2022 terhadap Mei 2021 sebesar 3,55 persen.

Kepala BPS, Margo Yuwono, menyatakan komoditas telur ayam ras, ikan segar, dan bawang merah merupakan pemicu terjadinya inflasi pada Mei 2022. Komoditas telur ayam ras, ikan segar, dan bawang merah ini masuk dalam kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau yang memberi andil terbesar dari 11 kelompok pengeluaran terhadap inflasi Mei.

"Penyumbang terbesar dari kelompok pengeluaran berasal dari kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan andil 0,2 persen," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Margo menuturkan telur ayam ras merupakan penyumbang utama terjadinya inflasi secara keseluruhan yaitu memiliki andil sebesar 0,05 persen. Dia mengatakan berdasarkan hasil pemantauan BPS terhadap 90 kota, hal ini terjadi akibat kenaikan harga pakan ayam dan tingginya permintaan karena adanya kenaikan harga telur ayam ras di berbagai kota.

Sementara itu, kenaikan harga ikan segar memiliki andil sebesar 0,04 persen yaitu diakibatkan oleh cuaca buruk yang melanda di berbagai perairan di nusantara sehingga banyak nelayan yang tidak bisa melaut dan menyebabkan suplai terbatas.

Untuk bawang merah memberikan andil sebesar 0,04 persen yang disebabkan sedikitnya pasokan bawang merah dari daerah sentra produksi dan belum pulihnya distribusi pasca-Lebaran.

Baca Juga: