Pertamina semestinya sudah bisa mengantisipasi peningkatan permintaan yang hanya sekitar 10 persen, tanpa menimbulkan kelangkaan solar subsidi.

JAKARTA - PT Pertamina Patra Niaga (PPN) sebagai Sub Holding Commercial & Trading dari PT Pertamina (Persero) diminta tidak mengurangi pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Sebab, adanya kelangkaan solar subsidi dalam beberapa hari terakhir bisa mengerek kenaikan harga bahan bahan pokok di pasaran, terlebih lagi menjelang Ramadan. Untuk mencegah kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok akibat tersumbatnya distribusi, pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) harus mengawasi Pertamina dalam penyaluran solar subsisdi. Hal itu dimaksudkan agar kelangkaan dapat segera dihentikan dalam waktu dekat ini. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Fahmy Radhi, mengatakan antrean solar subsidi kembali mengular di berbagai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), baik di Jawa maupun luar Jawa. Berbeda dengan distributor minyak goreng, distributor satu-satunya solar subsidi adalah PT PPN. Karena itu, lanjut Fahmy, tidak bisa dihindari tundingan penyebab kelangkaan solar subsidi tertuju kepada PT PPN, tanpa bisa mengambinghitamkan mafia solar. Namun, ada kelakukan serupa dipertontonkan oleh pejabat sementara PT PPN yang meminta masyarakat agar tidak panic buying dengan membeli solar subsidi sesuai kebutuhan. "PT PPN mengeklaim stok solar subsidi aman secara nasional pada level 20 hari sembari berdalih kelangkaan lebih disebabkan adanya pengkatan permintaan sekitar 10 persen di atas kuota akibat pelonggaran PPKM," jelas Fahmy kepada Koran Jakarta, Jumat (25/3). Menurut Fahmy, PT PPN mestinya sudah bisa mengantisipasi peningkatan permintaan yang hanya sekitar 10 persen itu tanpa menimbulkan kelangkaan solar subsidi. Namun, faktanya antrean berjam-jam para sopir truk terjadi di SPBU berbagai daerah. "Bahkan, tidak hanya para sopir truk dan kendaraan umum, sejumlah nelayan tidak bisa melaut untuk mencari ikan karena kesulitan mendapatkan solar untuk menjalankan perahu mereka," ucapnya. Menurut dia, ada kecenderungan terjadinya kelangkaan solar sersubsidi bersamaan dengan meroketnya harga minyak dunia. Faktor kebetulan ini semakin menguatkan indikasi bahwa ada strategi Pertamina mengurangi pasokan untuk menekan kerugian akibat biaya produksi semakin membengkak di tengah mahalnya harga minyak dunia. Dia mengatakan, kalau benar, strategi itu sesungguhnya amat sangat blunder. Pasalnya, pengguna solar subsidi selain nelayan, juga truk pengangkut barang untuk distribusi kebutuhan bahan-pokok. "Terhambatnya distribusi tersebut berpotensi makin menyulut kenaikkan harga-harga kebutuhan pokok, yang sebelumnya sudah mengalami kenaikkan signifikan," terang Fahmy. Hingga akhir Maret 2022, harga minyak dunia masih tinggi di atas 100 dollar AS per barel, demikian halnya dengan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP). Perkembangan sementara ICP bulan Maret 2022 per tanggal 24 tercatat sebesar 114,55 dollar AS per barel. Terpantau Tinggi Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agung Pribadi, menyebut ICP pada Maret 2022 masih terpantau tinggi. Sejak akhir 2021, ICP memang naik dan makin meningkat sejak akhir Februari lalu saat konflik Ukraina dan Russia. ICP sementara per 24 Maret 2022 sebesar 114,55 dollar AS per barel, naik dari catatan per 1 Maret sebesar 110,14 dollar AS per barel. "Bahkan ICP rata-rata pada Februari sebesar 95,7 dollar AS per barel. Jadi masih tinggi trennya," ungkap Agung dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM. Dengan mempertimbangkan harga minyak bulan Maret yang jauh lebih tinggi dibanding Februari maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 pada April 2022 akan lebih tinggi lagi dari 14.526 rupiah per liter, bisa jadi sekitar 16.000 rupiah per liter. "Jadi sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Menteri ESDM, saat ini kita masih mencermati harga minyak ini, karena kalau berkepanjangan memang bebannya berat juga baik ke APBN, Pertamina dan sektor lainnya," pungkasnya.

Baca Juga: