Kondisi produksi jagung dalam negeri saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan, namun terjadi anomali harga pakan ternak yang secara implisit memiliki kepentingan untuk dilakukan impor jagung.

JAKARTA - Industri perunggasan nasional sampai saat ini masih menghadapi masalah klasik dan utama yakni, tidak berkembangnya sektor hulu industri pakan. Di tengah kenaikan pesat produksi pakan ternak, pasokan-pasokan jagung sebagai bahan baku tak mampu mengimbangi kebutuhan industri pakan.

Seperti diketahui, produksi pakan ternak naik pesat dalam kurun sepuluh tahun terakhir. Pada 2020, produksi pakan ternak mencapai 21,7 juta ton, meningkat dari catatan pada 2011 sebanyak 11,3 juta ton.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, menuturkan, selama ini bahan baku untuk industri pakan bersumber dari impor dan sebagiannya lagi dari produksi domestik. Namun, lanjutnya, belakangan ini, industri unggas kesulitan mendapatkan pakan di pasar internasional, sementara di sisi lain harga pakan yang bersumber dari jagung dalam negeri meningkat. Itu imbas dari menurunnya produksi.

Harga jagung produksi dalam negeri melonjak di angka 5.100-5.300 rupiah per kilogram (kg), di luar batas yang diatur Permendag 07/2020, sementara harga jagung impor hanya diangka 5.000 rupiah per kg, tetapi pasokan jagung impor bermasalah.

"Jadi, dampaknya ke peternak sebagai pengguna pakan. Mereka ibarat jatuh lalu tertimpa tangga pula, tak ada pilihan. Mereka harus beli pakan dari jagung domestik yang harganya lebih mahal," tegas Esther dalam diskusi pertanian di Jakarta, Senin (20/9).

Atas dasar itu, Esther berharap agar pemerintah menyelesaikan masalah di hulu melalui pengembangan corn estate dan soy estate yang modern dan terintegrasi dengan industri. Apabila itu dilakukan, masalah di industri perunggasan akan teratasi.

Ekonom Senior Indef, Bustanul Arifin, berharap pemerintah bisa mengintervensi masalah industri perunggasan ini. Caranya dengan memfasilitas jagung hasil produksi domestik.

"Pascapanen harus difasilitasi, biar kualitas jagung produksi domestik tidak turun sehingga diterima industri," ucap Bustanul.

Anomali Harga

Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, mensinyalir dengan kondisi produksi jagung dalam negeri saat ini dalam cukup untuk memenuhi kebutuhan, terjadinya anomali harga pakan ternak naik secara implisit memiliki kepentingan untuk dilakukan impor jagung. Pasalnya, mengacu data prognosa produksi jagung dengan kadar air 14 persen tahun 2021 sebesar 18,7 juta ton, kebutuhan setahun untuk pakan, konsumsi dan industri pangan totalnya hanya 16,3 juta ton.

Karena itu, sambungnya, kondisi jagung dalam negeri aman dan cukup. Hal ini diperkuat dengan data stok jagung minggu kedua September 2021 sebesar 2,6 juta ton. Secara rinci terdapat di Gabubangan Pengusaha Makanan Ternak 722 ribu ton, pengepul 744 ribu ton, agen 423 ribu ton, sisanya di eceran, rumah tangga, industri olahan dan usaha lainnya.

"Jadi, jangan ada yang menompangi untuk persiapan pesta demokrasi 2024 sehingga harus mendorong impor, padahal jagung dalam negeri masih cukup. Kalau impor terjadi maka harga jagung dalam negeri akan anjlok. Mohon semua menyadari ini. Intinya, kita harus menahan tidak ada impor. Pemerintah tidak boleh gagal fokus karena terjadi penurunan harga telur karena pakan mahal, sehingga mendesak untuk impor jagung," tegas Prima.

Baca Juga: