Pandemi Covid-19 mungkin membuat sebagian dari kita mulai tertarik untuk mengenakan sejumlah perawatan tubuh dengan slogan 'Antibakteri'. Namun, siapa sangka bahwa sabun antibakteri justru membawa sejumlah masalah.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) memperingatkan bahwa sabun antibakteri tertentu dapat membuat penggunanya terpapar bahan kimia yang tidak perlu.

Melansir Best Life, FDA menjelaskan tidak ada ilmu yang cukup untuk menunjukkan bahwa sabun antibakteri lebih baik dalam mencegah penyakit daripada sekadar sabun dan air biasa.

"Tidak ada data yang menunjukkan bahwa produk ini memberikan perlindungan tambahan dari penyakit dan infeksi," jelas Theresa M. Michele, Direktur Divisi Produk Obat Tanpa Resep FDA.

Michele menyebut menggunakan produk ini mungkin memberi orang rasa aman yang salah. Namun, masalah terbesar bukanlah rasa perlindungan yang salah. Menurut FDA, masalah utama terletak pada banyaknya kandungan bahan kimia dalam sabun antibakteri.

Sabun antibakteri disebut FDA mengandung bahan kimia yang tidak ditemukan pada sabun tangan biasa. Kandungan bahan kimia inilah yang menimbulkan pertanyaan tentang potensi efek negatif pada kesehatan, mengingat penggunaan sabun ini dari waktu ke waktu.

Bagi pemilik kulit sensitif, kandungan bahan kimia dalam sabun antibakteri dapat memicu sejumlah gangguan pada kulit, seperti eksim, dermatitis kontak, dan kulit kering.

"Sabun antibakteri (terkadang disebut sabun antimikroba atau antiseptik) mengandung bahan kimia tertentu yang tidak ditemukan dalam sabun biasa. Bahan-bahan tersebut ditambahkan ke banyak produk konsumen dengan tujuan mengurangi atau mencegah infeksi bakteri," jelas FDA.

"Produsen belum membuktikan bahwa bahan-bahan ini aman untuk penggunaan sehari-hari dalam jangka waktu yang lama," ujarnya.

David Seitz, dokter bersertifikat sekaligus direktur layanan kesehatan Ascendant Detox, mengatakan banyak sabun antibakteri mengandung dua bahan kimia, yakni triclosan dan triclocarban. Kedua bahan ini dikenal sebagai pengganggu sistem endokrin yang merupakan kelenjar penghasil hormon-hormon.

Melansir laman Raffles Hospital Singapore, sistem tersebut menggunakan hormon-hormon untuk pengendalian dan pengaturan metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, tingkat energi, reproduksi dan respons terhadap cedera, stres dan suasana hati.

"Ketika bahan kimia ini masuk ke dalam tubuh, mereka dapat mengganggu sistem endokrin. Ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kanker, toksisitas perkembangan dan reproduksi, dan imunotoksisitas. Jadi, penting untuk menghindarinya jika memungkinkan," ujar Seitz kepada Best Life.

Seitz juga merekomendasikan agar konsumen untuk tetap menggunakan sabun biasa daripada mencoba peruntungan dengan sabun antibakteri yang berpotensi berbahaya, terutama karena tidak ada bukti bahwa sabun lebih efektif dalam mencegah penyakit atau infeksi.

"Faktanya, ada beberapa bukti bahwa mereka sebenarnya kurang efektif," dia memperingatkan.

"Jadi, menurut saya tidak ada alasan untuk menggunakan sabun antibakteri," tambahnya.

Pada tahun 2017, FDA memutuskan bahwa perusahaan tidak dapat memasarkan sabun antibakteri yang mengandung triclosan kepada konsumen tanpa tinjauan pra-pemasaran dari badan tersebut karena data yang tidak memadai mengenai keamanan dan keefektifannya.

Tetapi produk yang disetujui yang mengandung bahan kimia ini mungkin masih berbahaya jika digunakan dalam waktu lama, dan sabun antibakteri juga dapat mengandung bahan kimia lainnya.

"Ada banyak produk lain yang memiliki formulasi serupa tetapi tidak akan membuat keluarga Anda terkena bahan kimia yang tidak perlu dan beberapa produsen telah mulai merevisi produk ini untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut," ujar Michele dari FDA.

Baca Juga: