JAKARTA - Perkumpulan Jaga Pemilu menyorot netralitas penyelenggara pemilu di luar negeri. Ini karena hampir mayoritas duta besar atau kepala perwakilan di luar negeri merupakan perwakilan dari partai politik atau relawan.
Salah satu inisiator Perkumpulan Jaga Pemilu, Wahyu Susilo mengungkapkan, posisi Duta Besar atau Kepala Perwakilan yang berasal dari parpol atau relawan secara tidak langsung akan memengaruhi netralitas.
"Ini sudah terjadi pada pemilu 2014 ketika ada kejanggalan dari salah satu calon dari parpol saat kami menemukan 35 ribu surat suara dengan satu coblosan. Lalu pada 2019, terjadi peristiwa di Malaysia di mana ditemukan surat suara yang sudah tercoblos, mencoblos calon legislatif yang juga putra Duta Besar Rusdi Kirana," kata Wahyu dalam keterangan tertulisnya saat menjadi pembicara di diskusi Netralitas Aparat dalam Pemilu yang digelar Perkumpulan Jaga Pemilu, Kamis (11/1).
Ia menambahkan, atase pertahanan juga rawan tidak netral saat pelaksanaan pemilu di luar negeri. Karena, peran atase pertahanan sangat kuat terkait pengamanan dan juga menjadi bagian dari desk pemilu.
Wahyu menilai, kualitas penyelenggaraan pemilu di luar negeri terus merosot. Salah satu alasannya karena tidak ada lagi desk pemilu di bawah Kementerian Luar Negeri yang bertugas mengawasi pelaksanaan pemilu di luar negeri.
"Pada 2004, 2009 dan 2014 ada desk pemilu yang dikelola Kemenlu dan ini cukup membantu penyelenggaraan pemilu di luar negeri, memastikan distribusi dan lain-lain. Setelah 2014, tidak ada lagi desk pemilu. Dan dalam perbandingan kami, memang hasilnya kacau balau," ujarnya.
Wahyu yang juga Direktur Eksekutif Migrant Care merekomendasikan kepada pemerintah agar penyelenggara pemilu di luar negeri bersifat permanen.
Sedangkan Ketua Komisi Aparatur Negara, Agus Pramusinto mengungkapkan, netralitas aparatur sipil negara (ASN) kerap dipertanyakan setiap penyelenggaraan pemilu.
Dan KASN sudah memberikan sanksi kepada 13 ASN yang terbukti melakukan pelanggaran berat yaitu sudah mempunyai nomor anggota partai politik.
Menurut dia, ketidaknetralan ASN memang banyak terjadi di Kementerian/Lembaga. Namun, KASN sulit untuk menindaklanjuti dugaan ketidaknetralan ASN di Kementerian/Lembaga.
"KASN sekarang dalam posisi sulit karena sejak keluarnya UU no 20 tahun 2023, KASN tidak lagi menjadi komisi dan tak punya wewenang untuk mengawasi aparatur sipil negara," jelas Agus.
Menurut Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Ibu Livia Istania Iskandar, LPSK memberikan jaminan perlindungan kepada siapa saja yang melaporkan kecurangan atau pelanggaran dalam pemilu.
"Minggu lalu LPSK menerima permohonan perlindungan yang disampaikan oleh salah satu karena adanya penganiayaan yang dilakukan oleh oknum militer. Saat ini sedang ditelaah oleh Biro Penelaahan Permohonan," katanya.
Ke depan, LPSK siap membantu siapa pun yang memerlukan perlindungan dapat menghubungi LPSK melalui akun whatsapp 0857-7001-0048, atau mengontak 148 selama jam & hari kerja, atau pengguna android dapat mendownload aplikasi Perlindungan LPSK dari google playstore.
"Masyarakat juga bisa datang langsung ke kantor LPSK dan via surat ke alamat LPSK. Alamat LPSK di Jl. Raya Bogor KM.24 No.47-49, RT.6/RW.1, Susukan, Kec. Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13750," katanya.
Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu Luky Djani mengatakan, ia menyambut baik kolaborasi dengan KASN dan LPSK dan memungkinkan LPSK bukan hanya perlindungan secara fisik, tapi juga perlindungan di dunia maya. Selain itu ia berharap agar Jaga Pemilu dan lembaga-lembaga pemantau lain terus proaktif untuk menemukan dan mengadvokasi pelanggaran Pemilu.