Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan terdapat tantangan yang akan dihadapi dunia selain pandemi Covid-19 khususnya varian Omicron. Adapun tantangan tersebut yakni berpengaruh terhadap perekonomian global yakni perubahan iklim.

Sehingga, kata Airlangga mengatakan, pemerintah mulai menerapkan transformasi ke ekonomi hijau. Hal tersebut disampaikan untuk merespons IMF yang memangkas proyeksi ekonomi global tahun 2022 dari 4,9 persen menjadi 4,4 persen akibat berbagai risiko ekonomi global termasuk perubahan iklim.

"Perubahan iklim jadi tantangan ekonomi jangka menengah dan panjang. Perubahan iklim jadi perhatian negara karena dapat meningkatkan temperatur bumi 2,5 - 4 ,7 derajat pada tahun 2100 akibat peningkatan gas rumah kaca," katanya dalam Bisnis Indonesia Green Ecomony Outlook 2022, Rabu (23/2).

Karena itu, kata dia 196 negara ikut menandatangani Paris Agreement di 2015 lalu. Ini sebagai komitmen untuk penanganan global bisa menurunkan ancaman perubahan iklim.

"Saat ini patut kita syukuri bahwa Indonesia telah terlihat pertumbuhan ekonominya di tahun 2021 sebesar 3,7 persen, dan ini tentunya merupakan optimisme yang bisa kita bawakan di 2022 dan PDB riil Indonesia sudah lewat pra pandemi di mana kita sudah masuk ke dalam upper middle income country," ucap Airlangga.

Adapun dorongan positif yang datang dari sektor usaha terkait dengan energi baru dan terbarukan. Ini menjadi bagian penting terlebih pemerintah telah menetapkan ekonomi hijau sebagai strategi jangka menengah dan panjang.

"Transformasi (ekonomi hijau) adalah kunci percepatan pemulihan ekonomi pasca pandemi dan mendorong pembangunan yang bersifat inklusif dan berkelanjutan, terlebih saat ini Indonesia memegang tongkat presidensi G20," ujar Airlangga.

"Penguatan komitmen untuk capai target itu penting terlebih Indonesia mengangkat isu transisi energi sehingga tiga prioritas dari presidensi G20 ini membutuhkan kebijakan akses teknologi dan akses pembiayaan dan energi yang terjangkau bagi masyarakat," tuturnya.

Selain itu, peran pembiayaan hijau menjadi penting, tidak hanya terbatas pada pembiayaan APBN ataupun surat utang atau green sukuk. Namun, terdapat juga instrumen lain seperti landed pembiayaan lain dari swasta, lembaga lain, juga donor internasional.

Baca Juga: