JAKARTA - Kanker hati termasuk penyakit susah dideteksi. Ketika pasien datang ke dokter umumnya sudah pada stadium lanjut sehingga menurunkan tingkat kesembuhan.

"Kanker hati sering dikira maag karena gejalanya mirip. Sudah berbulan-bulan namun sering dokter tidak mengetahuinya," ujar dokter spesialis gastroenterohepatologi. DR. dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH, FINASIM, dalam webinar tentang kanker hati yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan bersama Roche, Selasa (28/9).

Jika seseorang memiliki gejala mirip maag namun berat badannya semakin menurun maka wajib untuk melakukan pemeriksaan ke dokter. Pada kondisi tersebut kanker hati umumnya sudah pada stadium lanjut dengan terjadi pembengkakan pada organ itu.

Irsan mengatakan, kanker hati pada stadium awal tidak memiliki gejala. Hal ini karena pada organ itu tidak memiliki jaringan saraf yang bisa mengirimkan sinyal sakit ke otak. Oleh karenanya salah satu cara adalah melakukan deteksi dini terutama bagi mereka yang berisiko."Kami sebenarnya nggak ingin orang datang setelah hatinya bengkak. Itu artinya sudah berat," lanjut Irsan.

Kelompok yang beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat kanker atau 7 kali lebih tinggi. Ia mengungkapkan pernah menemui tujuh orang kakak beradik dari satu keluarga, empat diantaranya meninggal karena kanker hati. Dari tiga orang yang masih ada mereka saat ini hidupnya sangat hati-hati dengan melakukan pemeriksaan rutin.

Kelompok orang yang beresiko tinggi selanjutnya adalah yang mengalami obesitas, dan kolesterol tinggi. "Mempertahankan berat badan ideal dengan banyak bergerak merupakan cara menekan risikonya," ujar dia.

Melakukan deteksi dini terutama bagi mereka yang memiliki risiko, seperti penderita hepatitis. "Semakin cepat dideteksi, maka akan semakin cepat mendapatkan penanganan yang tepat. Sehingga, prognosis kanker hati juga akan semakin baik. Karena itu, masyarakat yang berisiko harus rutin melakukan tes atau kita sebut surveilans untuk mendeteksi kanker hati," kata dokter spesialis patologi klinik Dr. dr.Agus Susanto Kosasih, Sp.PK(K), MARS.

Dengan perkembangan kemajuan teknologi kesehatan, hasil pemeriksaan bagi pasien juga kini dapat lebih akurat dalam bantuan diagnosis kanker hati yaitu dengan tes terkini, yaitu Protein induced by vitamin K absence-II (PIVKA II). "Kadar PIVKA II di atas nilai normal dapat menjadi penanda yang lebih baik dalam surveilans untuk menyarankan pasien mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut," kata Agus.

Menurut data WHO Globocan 2020 Indonesia Factsheet jumlah penderita kanker hati pada tahun tersebut mencapai 21.392 orang, sehingga digolongkan sebagai salah salah satu kanker yang paling tinggi menyebabkan kematian atau menduduki peringkat ke-4 di Indonesia dengan angka prevalensi 5 tahun sebesar 22.530 kasus.

Data Globocan menyebutkan, karsinoma sel hati (hepatoseluler karsinoma/HCC) merupakan salah satu tipe kanker hati utama yang paling umum dengan prognosis (perjalanan penyakit) yang sangat buruk. Di dunia, terdapat sekitar 750.000 orang per tahunnya terdiagnosis karsinoma sel hati (HCC) 2,3 dan umumnya sudah pada stadium lanjut menurut penelitian Dimitroulis D (2017). Di Indonesia, insiden karsinoma sel hati terjadi pada 13,4 per 100.000 penduduk.

"Penyakit kanker menjadi beban masyarakat dunia. Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan menjadikan kanker sebagai prioritas dalam rencana strategis. Menangani kanker harus komprehensif, melibatkan berbagai sektor dan pihak dengan pendekatan multidisiplin dan kolaborasi interprofesional, dengan fokus pada pasien," papar Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, Sp.THT-KL (K), MARS

Baca Juga: