WSKT memilih divestasi karena membutuhkan dana 110 triliun rupiah untuk menyelesaikan proyek-proyek ditarget rampung sebelum akhir 2019.

JAKARTA - PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) akan mendivestasi sembilan ruas jalan tol miliknya di kawasan tol Trans Jawa guna penghimpunan dana. Kesembilan ruas jalan tol tersebut Kanji- Pejagan, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, Batang-Semarang, Semarang-Pasuruan, Pasuruan-Probolinggo, Probolinggo- Solo, Solo-Ngawi, dan Ngawi-Kertosono. Direktur Utama Waskita Karya, M Choliq, mengatakan untuk mendapatkan pendanaan sumbernya bisa bermacammacam.

Dalam hal ini, Perseroan pun memilih divestasi atas sembilan ruas jalan tol miliknya di Trans Jawa. "Jadi, mana yang paling menguntungkan bagi Perseron maka itu yang diambil. Jadi, kami pakai konsep divestasi sembilan ruas tol kami," ungkap dia, di Jakarta, Rabu (9/8). Di sisi lain, kebutuhan dana Perseroan makin hari makin mendesak. Proyek jalan tol Perseroan saat ini sudah mencapai 1.260 kilo meter (KM), sedangkan pembangunan semua jalan tol harus diselesaikan sebelum akhir 2019.

Perseroan pun memerlukan dana 110 triliun rupiah dalam pembangunannya sehingga pihaknya pun mencari cara untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. "Kalau melalui proses pembentukan Trans Jawa akan memakan waktu yang lama maka kami memilih untuk menjualnya," jelas Cholid. Dalam divestasi ini ada 14 investor yang berminat untuk membeli, salah satu calonnya adalah PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).

Selain Jasa Marga, anak usaha PT Astra Internasional Tbk (ASII), yakni Astratel pun berminat untuk membelinya. Meski demikian, nilai divestasi yang bisa dihimpun dari sembilan ruas jalan tol tersebut belum diketahui. Proses tender akan dimulai Agustus ini dan financial close pada September 2017. "Yang jelas, Waskita Karya tidak akan menjual dalam kondisi rugi karena setiap transaksi harus untung," kata dia.

Tambahan Ekuitas

Terkait dengan langkah pendanaan melalui sekuritisasi aset, Choliq mengatakan sekuritisasi aset adalah bentuk lain dari utang, hanya saja jaminan asetnya spesial, seperti yang dilakukan Jasa Marga. Untuk itu, Perseroan pun tidak mengambil langkah sekuritisasi aset. Perseroan lebih memilih opsi pendanaan melalui utang atau ekuitas seperti jalan tol yang dimilikinya dijual.

Secara umum hingga saat ini Perseroan tidak memiliki kendala untuk pendanaan. Sebab rasio utang terhadap ekuitas masih di bawah 2 persen dan manajemen bertekad tidak akan melampaui angka tersebut. "Itulah sebabnya mengapa Waskita harus menjual ruas jalan tolnya. Karena kalau jalan tol dijual maka kita akan mendapatkan tambahan ekuitas dan utangnya turun," papar dia.

Perseroan juga berencana melakukan Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) sebesar 10 triliun rupiah. Untuk tahap pertama nilai obligasi yang diterbitkan sebesar tiga triliun rupiah di semester kedua, diharapkan pada Oktober 2017 uang sudah masuk. Terkait proyek pembangkit tenaga listrik Perseroan di Kalimantan memang ada, namun belum final.

Menurut Choliq, ada sekitar 36 proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah selama 10 tahun lalu mangkrak. Untuk itu, penyelesaiannya harus mengkaji kembali kontrak, sebab sudah 10 tahun yang lalu sehingga kontrak tersebut sudah tidak beralasan lagi. Sementara itu, untuk Light Rain Trapid (LRT) yang ditujukan sebagai penunjang kegiatan Asian Games, targetnya bisa selesai lebih cepat dari kontraknya Agustus 2018.

yni/AR-2

Baca Juga: