YOGYAKARTA - Keris Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai Karya Agung Budaya Dunia pada tanggal 25 November 2005, yang kemudian terinskripsi dalam Representative List of Humanity UNESCO pada tahun 2008.

Namun, sayangnya, belum banyak upaya dari pemerintah untuk menjadikan keris sebagai produk budaya prioritas dalam rangka menggerakkan ekonomi dan budaya masyarakat secara luas.

"Untuk itu, diperlukan sebuah upaya kuat untuk bisa membranding keris tidak hanya sebagai produk budaya semata, namun sebagai aktivitas budaya kekinian sehingga menarik para millenial ke dunia keris yang pada gilirannya akan menggerakkan tumbuhnya produksi keris sebagai produk budaya maupun mengambil intisari dan falsafah yang terkandung di dalam keris dalam menghadapi persaingan global saat ini. Spirit keris bisa menjadi identitas kultural bangsa Indonesia," kata Wakil Sekjen Senapati Nusantara, Nurjianto, dalam diskusi terbatas bersama para pelaku pelestari tosan aji, di Yogyakarta, Selasa (15/6) malam.

Nurjianto memaparkan, pasca pengakuan keris Indonesia oleh UNESCO, dunia perkerisan berkembang dengan pesat di hampir seluruh daerah yang memiliki tradisi penggunaan keris. Salah satu terobosan yang menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep yang mendeklarasikan diri sebagai Kota Keris Indonesia pada tanggal 9 November 2014.

"Namun sayang sampai sekarang bahkan Perda maupun Perbup Sumenep Kota Keris saja belum ada. Padahal tanpa perda maupun regulasi yang baik ya tidak akan ada penganggaran bagi implementasi Sumenep Kota Keris itu. Padahal, Sumenep itu benar-benar kota penghasil keris terbesar di dunia," papar Nurjianto.

Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Bantul, DIY, yang selama ini dikenal sebagai pusatnya pengrajin warangka keris terbesar di Indonesia. Belum ada upaya untuk membranding Imogiri, Bantul, sebagai sentra warangka keris. Padahal, sebagai kota wisata, ada potensi menjadikan keris dan warangka sebagai oleh-oleh wisata sebagaimana batik maupun kerajinan lain produksi Jogja.

"Maka dorongan kita ada kolaborasi Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sumenep, kawinkan saja karena keris itu kawinnya ya sama warangka. Kawin, bersama-sama melakukan upaya branding, biar kuat. Kolaborasi pasti akan lebih mudah dan murah. Bantul punya wisatawan dan pengrajin warangka, Sumenep punya pengrajin keris, kolaborasi lah," jelas Nurjianto.

Sebagai organisasi keris nasional, Senapati Nusantara merupakan organisasi kebudayaan di bidang pemajuan budaya tosan aji dengan anggota terbesar di Indonesia dengan pimpinan tertinggi berada di tangan Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal Senapati Nusantara yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP.

Dalam paparannya saat diskusi, Nurjianto mengatakan bahwa Senapati Nusantara hadir untuk mengawal tumbuh kembangnya pemajuan budaya keris di Indonesia agar dunia keris terus berkembang. Dalam kajian litbang Senapati Nusantara, setelah pengakuan keris Indonesia oleh UNESCO, dunia perkerisan berkembang dengan pesat di hampir seluruh daerah yang memiliki tradisi penggunaan keris.

"Kami melihat dinamika di lapangan setelah pengakuan UNESCO tahun 2005 atas keris Indonesia ini menggembirakan. Paguyuban tumbuh pesat, edukasi keris mulai berjalan, produksi keris hingga perdagangan juga tumbuh. Namun memang, kami masih melihat minim kerjasama antara komunitas/paguyuban dan pemda maupun dengan instansi terkait lainnya. Alhamdulillah, Senapati Nusantara di bawah komando Pak Hasto Kristiyanto berhasil memfasilitasi kebuntuan komunikasi tersebut. Hari ini banyak paguyuban tosan aji di berbagai daerah minta kita fasilitasi dan dorong agar berkolaborasi dengan pemerintahnya," jelas Nurjianto.

Peneliti Muda Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbudristek, Unggul Sudrajat memaparkan hasil risetnya, bahwa Sumenep dengan 815 empu dan perajin merupakan sentra pembuatan keris terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Keris yang diproduksi juga tidak hanya keris madura, namun juga keris gaya jogja, solo, bali, sulawesi, sumatera dan berbagai ragam keris yang ada sesuai dengan permintaan pasar.

Menurut Unggul, salah satu terobosan yang menarik dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep yang mendeklarasikan diri sebagai Kota Keris Indonesia pada tanggal 9 November 2014.

Namun menurutnya, dengan potensi besar yang bisa dibangun dari industri budaya keris yang ada di Kabupaten Sumenep, respon pemerintah daerah sendiri terkesan lambat dalam menangkap peluang tersebut.

Hal ini menurut Unggul dilihat dari kebijakan yang dilakukan setelah branding Sumenep Kota Keris tahun 2014, baik dalam hal penerbitan regulasi maupun penciptaan ekosistem yang mendukung industri keris di Sumenep belum optimal dilakukan.

"Regulasi berupa Perda atau Perbup misalnya yang mendukung pemajuan budaya keris hingga kini belum ada. Event perkerisan maupun kegiatan lain baik berskala nasional-internasional belum optimal dilakukan dalam rangka mendukung branding Sumenep Kota Keris. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sumenep perlu segera melakukan terobosan serta mengajak duduk bersama para pemangku kepentingan terkait buat kerja bareng membangun sumenep. Sumber daya semuanya ada, tinggal kolaborasi bersama dilakukan, akan berdampak positif bagi tumbuhnya industri budaya keris di Sumenep," tandas Unggul.

Baca Juga: