Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Tanah Air selesai digelar pada Rabu (27/6). Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang dilakukan di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota itu berjalan aman dan lancar. Rakyat pun sudah memilih pemimpinnya dan sementara sudah diketahui kepala daerah baru versi hitungan cepat (quick count) dari berbagai lembaga survei.

Yang menarik, dari hasil hitungan cepat yang dilakukan, tiga daerah yang memiliki penduduk terbesar, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, pasangan terpilih semuanya ada unsur nahdliyin atau Nahdlatul Ulama (NU).

Ketiga pasangan itu, yakni Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa- Emil E. Dardak. Khofifah diketahui saat ini masih menjabat sebagai Ketum Muslimat NU. Selanjutnya, Jawa Tengah ada Ganjar Pranowo-T aj Yasin, dan Jawa Barat ada Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum. Dari dua pasangan calon tersebut, Taj Yasin dan Uu adalah warga nahdliyin. Di mana Taj Yasin adalah putra dari ulama NU kharismatik, KH Maimoen Zubair.

Sebenarnya, seperti apa sebaran suara warga nahdliyin di Jawa, khususnya di tiga daerah tersebut, wartawan Koran Jakarta berhasil mewawancarai Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini, Kamis (28/6). Berikut petikannya.

Bagaimana tanggapan Anda terkait terpilihnya kader NU dalam pilkada serentak di Jawa?

Bagi NU menyampaikan selamat untuk para tokoh NU yang terpilih untuk menjalankan amanah dan tugas yang diberikan. Jadi, hati-hati karena warga nahdliyin sudah dewasa dalam berpolitik.

Seberapa besar sebaran warga NU di tiga wilayah tersebut menurut data dari PBNU?

Rata-rata masyarakat atau warga NU, kalau di Jawa Timur itu kan hampir 80 persen, Jawa Tengah itu 55-60 persen, Jawa Barat sekitar 45 persen, sedangkan untuk nasional kurang lebih 40 persen.

Dengan sebaran tersebut, NU bisa berperan dalam perhelatan demokrasi di Indonesia?

Iya, ikut berperan. Meski begitu, harus digarisbawahi bahwa NU itu bukan partai politik, tapi kami ikut mendorong kader berperan. Sebagai warga masyarakat untuk menyukseskan demokrasi, dan sebagai tokoh ikut maju sebagai pemimpin.

Jadi, tidak ada perintah langsung dari PBNU untuk mendukung dan masuk politik praktis?

Tidak pernah ada. Intinya, kami hanya berharap kader dan warga NU menyalurkan aspirasinya lewat partai politik, mendorong kader-kader masuk pemerintahan. Jadi, kader NU itu jangan pasif harus aktif.

Kalau Anda melihat, jalannya demokrasi yang ada di Indonesia saat ini seperti apa?

Demokrasi kita sudah semakin matang, regulasinya juga sudah bagus, transparan. Dan, untuk warga NU sudah melek politik dan mampu memilih calon pemimpin yang amanah.

muhammad umar fadloli/AR-3

Baca Juga: