Menghadapi eksploitasi dan diskriminasi sistemik, kasta-kasta terendah di India nyaris tidak diakui di layar lebar. Namun saat ini para pembuat film independen yang kebanyakan non-Hindi, ingin mengubah semua itu dengan menampilkan kisah yang menyayat hati untuk menyuarakan ketidakadilan.

Banyak dari sutradara ini berasal dari industri film Tamil "Kollywood". Sebutan Kollywood diberikan mengacu pada sebuah distrik di Chennai yaitu Kodambakkam di mana banyak berada studio film serta tempat tinggal dari beberapa komunitas tertindas di bagian bawah sistem kasta di India.

Di negara yang memiliki 22 bahasa resmi itu, Kollywood dan para produser berbahasa minoritas lainnya, sering kali berada dibawah bayang-bayang industri perfilman Bollywood Hindi yang kerap mempertontonkan kemewahan.

Namun setelah beredar film drama hukum Tamil berjudul Jai Bhim yang dirilis di platform streaming Amazon alih-alih bioskop, film produksi Kollywood mulai mendapat sambutan hangat. Drama Jai Bhim sendiri saat ini muncul sebagai film dengan rating tertinggi secara global di database film IMDb, dengan skor 9,5.

Film Jai Bhim ini diangkat berdasarkan kisah nyata seorang pengacara yang berjuang untuk mencari keadilan bagi seorang perempuan suku minoritas yang suaminya dituduh mencuri yang disiksa dan dibunuh dalam tahanan polisi. Walau plot kisahnya amat sederhana, Jai Bhim telah dipuji karena berhasil menggambarkan kegigihan melawan sistem peradilan yang terlalu keras.

Film ini juga dipuji sebagai film terbaru yang menentang film stereotip tentang kasta rendah sebagai korban tak bersuara dengan menghargai hidup mereka dan menggambarkan mereka sebagai orang yang memiliki hak pilihan.

"Semua ketidakadilan ini terjadi pada orang-orang yang rentan dan karena kami tidak menyuarakan perlawanan," kata sutradara bernama TJ Gnavel, 42 tahun. "Kami ingin jadi suara itu. Saya ingin mengatakan bahwa masyarakat yang tak bersuara, lebih brutal daripada kebrutalan polisi," imbuh dia.

Sementara itu K Chandru, mantan pengacara yang kini ia adalah seorang pensiunan hakim, mengatakan bahwa anak muda India saat ini tak peduli terhadap kelompok suku minoritas serta pelecehan yang mereka hadapi. K Chandru, 70 tahun, adalah sosok mengilhami peran utama film Jai Bhim yang dimainkan oleh aktor superstar Tamil Suriya.

"Setiap orang ingin tahu apa yang bisa kita lakukan untuk mereka. Itulah kemenangan terbesar dari kisah film ini," kata K Chandru.

Sayangnya prestasi yang ditorehkan film Jai Bhim kini sedikit tercoreng setelah sebuah asosiasi yang mewakili kasta Vanniyar mengeluh bahwa film tersebut terlalu mengumbar warganya secara buruk, bahkan ada seorang politisi lokal menawarkan uang 100.000 rupee (1.300 dollar AS) kepada siapa pun yang mau menyerang Suriya secara fisik.

Akibatnya polisi bersenjata dikerahkan untuk melindungi rumah sang bintang film itu, di tengah curahan dukungan terhadap Suriya di media sosial.

Di sisi lain, keberhasilan Jai Bhim memicu menjamurnya produksi film sejenis di Kollywood. Film Tamil berjudul Koozhangal atau yang dikenal secara internasional dengan judul Pebbles misalnya.

Koozhangal mengisahkan tentang seorang ayah pecandu alkohol dan putranya dalam menangani masalah kemiskinan dan patriarki. Koozhangal saat ini telah terpilih sebagai film India yang akan dinominasikan untuk film internasional terbaik di ajang Oscar tahun depan.

Kaum Terpinggirkan

Saat ini di India ada sekitar 200 juta warga minoritas Dalit, yang dulu dikenal sebagai kaum tak tersentuh ??dan kelompok terendah dalam sistem kasta, serta lebih dari 100 juta warga suku minoritas yang juga terpinggirkan. Kisah hidup mereka jarang diceritakan karena industri film India yang produktif umumnya menyukai ekstravaganza lagu dan tarian yang penuh aksi.

"Ketika kasta-kasta yang lebih rendah tampil di Bollywood, mereka sekilas muncul untuk peran yang amat familiar yaitu sebagai karakter tertindas yang membutuhkan penyelamat dari kasta atas," kata pembuat film Neeraj Ghaywan, yang debut penyutradaraannya yaitu Masaan memenangkan dua penghargaan di festival film Cannes 2015.

Ghaywan adalah seorang sutradara Dalit di Bollywood dan ia mengatakan bahwa cerita pada film-flim Kollywood berasal dari kisah nyata. "Karakternya dimanusiakan. Mereka bukan hanya subjek kekejaman," komentar Ghaywan.

Selain marak membuat film tentang kaum terpinggirkan, kini muncul pula sutradara yang mau menggarap film-film yang menggunakan bahasa India lainnya seperti bahasa Marathi yang digunakan di negara bagian asal Bollywood, Maharashtra.

Pembuat film berbahasa Marathi, Nagraj Manjule, yang merilis film pendek pertamanya berjudul Pistulya (2009). Film ini berkisah tentang seorang anak laki-laki kasta rendah yang ingin pergi ke sekolah.

Film keduanya, Sairat, yang berkisah tentang kekasih muda dari kasta yang berbeda, menjadi film terlaris di bioskop ketika dirilis pada 2016. Sairat juga merupakan film yang menggunakan bahasa Marathi. AFP/I-1

Baca Juga: