JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin menekankan aset milik koruptor yang diperoleh dengan cara tidak sah atau memiliki unsur korupsi harus dirampas dan dikembalikan ke negara. Aset tersebut selanjutnya dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan negara.

Penegasan itu disampaikan Wapres berkaitan dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang masih terus diupayakan pemerintah dan DPR.

"Saya kira sebenarnya yang penting sudah ada itu pertama perampasan aset yang tidak sah, yang didapat tidak dengan jalan yang sah. Artinya ada unsur korupsinya. Nah, itu harus dirampas, diambil, sehingga uang negara balik ke negara," kata Wapres di sela-sela kunjungan kerja di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (11/4) seperti diberitakan Antara.

Setelah dirampas, hal penting yang harus diperhatikan atas aset tersebut, kata Wapres, adalah pengelolaan aset hasil rampasan agar tidak terbengkalai dan betul-betul bisa diperuntukkan bagi kepentingan negara.

"Aset hasil rampasan jangan sampai terbengkalai tidak terurus, ada mobil, ada ini, ada juga kebun, ada apa, ini harus diatur sebaik-baiknya untuk kepentingan negara," kata Wapres.

Pemerintah, kata Mar'uf, sudah mengambil langkah untuk menyusun RUU Perampasan Aset. Apabila ada hambatan dari pihak tertentu maka pemerintah akan mendorong pihak-pihak tersebut agar bisa memahami bahwa RUU Perampasan Aset adalah untuk kepentingan rakyat.

"Pemerintah akan terus berupaya agar yang belum setuju, supaya bisa memahami bahwa ini bukan kepentingan siapa-siapa, hasilnya untuk rakyat," jelas Wapres.

Sebab itu, pihaknya terus mendorong agar pembahasannya dipercepat karena termasuk produk legislasi yang diprioritaskan.

Ahli Pidana dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Muhammad Fatahilla Akbar, yang diminta pendapatnya mengatakan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi (tipikor) sebenarnya sudah diatur juga dalam Pasal 18 Ayat 1 huruf a UU Tipikor.

"Hal itu diperkuat, jika harta sulit ditemukan bisa ditambahkan pidana uang pengganti Pasal 18 Ayat 1 huruf b. Jika tidak bisa membayar, uang pengganti harta pribadi pelaku bisa disita. Jadi tinggal dilaksanakan saja," kata Fatahilah.

Selain itu, masih bisa ditambah dengan UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Disebutkan dalam TPPU bahwa harta-harta lain juga bisa disita jika diduga keras dibeli memakai uang tipikor, bisa dengan menyita rekening dan sebagainya.

"Namun UU Tipikor dan TPPU ini sulit, karena mengejar pelaku. Sedangkan RUU Perampasan Aset itu mengejar aset saja. Makanya dikenal konsep Non Conviction Based. Jadi bisa menyita aset tanpa menunggu pemidanaan si pelaku," katanya.

Kepercayaan Investor

Pada kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, berharap RUU Perampasan Aset bisa segera disahkan karena memberi kepastian hukum dan membantu perekonomian nasional tumbuh lebih baik.

"UU Perampasan Aset sangat membantu meningkatkan kepercayaan investor karena akan memberi efek jera ke koruptor. Investor juga sangat tidak menyukai praktik korupsi dan suap karena menjadi sumber ekonomi biaya tinggi. Dengan adanya UU ini maka investasi akan masuk membuka lapangan kerja sehingga mendorong pertumbuhan," papar Tauhid.

Selama ini, karena tidak ada aturan soal perampasan aset, maka banyak pejabat yang memanfaatkan celah dari regulasi yang ada untuk menjalankan praktik korupsi. Makanya, UU Perampasan Aset ini penting supaya tidak ada lagi pejabat seperti itu di Indonesia.

Baca Juga: