Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan kemungkinan melonjaknya harga mie instan sebagai dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina. Ia bahkan memprediksi kenaikan harga mie instal akan mencapai tiga kali lipat dari harga pasaran saat ini.

Syahrul menyebut perang yang tengah berlangsung antara Rusia dan Ukraina yang merupakan produsen gandum utama dunia, telah menyebabkan ekspor 180 ton gandum tersendat. Kedua negara menyuplai sekitar 30-40 persen dari kebutuhan gandum dunia.

"Belum selesai dengan climate change, kita dihadapkan Perang Ukraina-Rusia, di mana ada 180 juta ton gandum ngga bisa keluar, jadi hati-hati yang makan mi banyak dari gandum, besok harganya (naik) 3x lipat," katanya dalam webinar Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Senin (8/8).

Syahrul menjelaskan kenaikan harga mie instan yang signifikan disebabkan karena bahan baku mie instan tersebut sangat bergantung pada impor. Alhasil kenaikan harga gandum di pasar internasional otomatis ikut mengerek harga mie instan di dalam negeri.

"Saya bicara ekstrem aja, ada gandum tapi harganya mahal banget. Sementara kita impor terus," kata Syahrul.

Sebagai informasi, Turki, PBB, Rusia, dan Ukraina menandatangani kesepakatan pada 22 Juli untuk membuka kembali tiga pelabuhan Ukraina - Odesa, Chernomorsk, dan Yuzhny - untuk gandum yang telah macet selama berbulan-bulan karena perang Rusia-Ukraina.

Baru-baru ini, tiga kapal yang membawa total 58 ribu ton biji-bijian telah diberi izin untuk meninggalkan pelabuhan Ukraiana pada Jumat (5/8) sebagai bagian dari kesepakatan pembukaan eskpor biji-bijian.

"Kami berharap jaminan keamanan mitra kami dari PBB serta Turki akan terus bekerja, dan ekspor makanan dari pelabuhan kami akan menjadi stabil dan dapat diprediksi untuk semua pelaku pasar," tulis Menteri Infrastruktur Ukraina, Oleksander Kubrakov, diFacebooksetelah kapal berangkat.

Penasihat ekonomi, Oleh Ustenko, mengatakan Ukraina berharap untuk mengekspor sebanyak 20 juta ton biji-bijian dalam silo dan 40 juta dari hasil panen barunya. Pemerintah Ukraina berharap dapat memperoleh 10 miliar dolar dari volume tersebut. Walau begitu, Ustenko mengatakan perlu waktu 20 hingga 24 bulan untuk mengekspor jumlah tersebut jika pelabuhan tidak berfungsi dengan baik.

Baca Juga: