Saat krisis Northern Rock, koordinasi antara FSA dan Bank of England sebagai Lender of The Last Resort sangat lemah. Masyarakat Inggris marah dan puncaknya FSA dibubarkan

Dalam rapat kabinet paripurna pertengahan Juni lalu, Presiden Joko Widodo marah karena menilai jajarannya tidak bekerja maksimal dalam menangani Pandemi Covid-19. Jokowi pun lantas mengancam akan membubarkan lembaga-lembaga atau pun mengganti pejabat yang menurutnya tidak mampu mendukung pemerintah dalam menangani pandemi.

Kemenpan Refromasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) telah melihat dan mencermati lembaga mana saja yang urgensinya belum maksimal dan memungkinkan untuk diusulkan dibubarkan. Walau jelas lembaga yang akan dibubarkan adalah terkait lambannya penanganan Pandemi Covid-19, namun spekulasi muncul lembaga mana saja yang akan dibubarkan. Bahkan ada yang menyebutkan salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pandemi Covid-19. Dugaan ini kembali mengingatkan kita tentang usulan pembubaran OJK beberapa waktu lalu.

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Namun kenyataannya, sejak resmi beroperasi pada 31 Desember 2012, banyak yang menilai OJK gagal menjalankan fungsinya. Yang paling ramai diperbincangkan adalah kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.

Jaksa Agung S Burhanuddin menilai OJK telah gagal mengawasi perusahaan asuransi. Dalam kasus Jiwasraya, fungsi pengawasan OJK dinilai tidak berfungsi yang menyebabkan kerugian negara Rp 13,7 triliun. Kemudian kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang mengalihkan investasinya dari deposito dan penempatan saham langsung dan reksa dana, bisa mencapai Rp 16 triliun.

Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp 802 miliar. Perseroan juga tercatat membeli dua saham milik PT Eureka Prima Jakarta Tbk senilai Rp 203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk seharga Rp 452 miliar.

Di bidang perbankan, potensi nonperforming loan (NPL) atau kredit macet akan semakin membesar akibat memburuknya perekonomian sebagai dampak Covid-19. Meski sebenarnya tanpa pandemi pun potensi kredit macet itu sangat besar karena pengucuruan kredit ke sektor properti dan sektor-sektor yang tidak produktif lainnya begitu tinggi. Di bidang pasar modal juga belum tampak hasil kerja OJK. Pasar modal perkembangan begitu-begitu saja.

Hal-hal itulah yang membuat isu pembubaran OJK beberapa hari terakhir kembali ramai diperbincangkan. Tim Ahli Badan Legislasi (Baleg) DPR RI saat ini tengah menyusun revisi UU No.23 tentang Bank Indonesia. Dalam revisi tersebut, yang menjadi sorotan adalah mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke bank sentral atau Bank Indonesia. Pengembalian tugas mengawasi bank dalam draf tersebut, selambat-lambatnya pada 31 Desember 2023. Tentunya proses pengembalian kewenangan akan dilakukan secara bertahap.

OJK juga dinilai lamban dalam koordinasi dengan BI. Koordinasi kebijakan makroprudensial dan mikropudensial pasti akan lebih efektif jika fungsi pengawasan dikembalikan ke BI. Kebijakan makroprudensial di bawah BI dan kebijakan mikroprudensial di bawah OJK selama ini sering tumpang tindih, misalnya dalam menetapkan Giro Wajib Minimum (GWM).

Sebenarnya soal lemahnya koordinasi antara pengawas lembaga keuangan dan bank sentral seperti OJK dan BI ini sudah lama diingatkan saat ide awal pembentukan OJK. Saat krisis Northern Rock di Inggris, koordinasi antara Financial Service Authority (FSA) dan Bank of England sebagai Lender of The Last Resort sangat lemah. Masyarakat Inggris marah dan puncaknya FSA dibubarkan pada 2013.

Usulan agar tugas OJK yang bakal dialihkan tidak hanya perbankan saja, tetapi juga pengawasan asuransi dan pasar modal. Beberapa pengamat dan pelaku industri asuransi sangat mendukung jika pengawasan asuransi dikembalikan ke Kementerian Keuangan. Sejak berdiri, OJK dinilai tidak memberi banyak manfaat kepada industri asuransi. ν

Baca Juga: