JAKARTA - PT Virtus Technology Indonesia (Virtus), penyedia solusi infrastruktur digital dan anak perusahaan dari CTI Group, menggelar acara tahunan Virtus Showcase 2024 di Jakarta. Setelah sukses di Semarang dan Surabaya, acara puncak ini diadakan di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, pada hari Rabu (9/10).

Acara ini menghadirkan para ahli dan praktisi di bidang industri kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) dan keamanan siber. Mereka membahas bagaimana AI dapat menjadi katalis transformasi bisnis di Indonesia.

Dengan mengusung tema AI-Ready Business: Navigating the Opportunities and Risks for Sustainable Growth, Virtus Showcase Jakarta 2024 menghadirkan pembicara ternama seperti Dr. Ir. Lukas, MAI, CISA, Ketua Umum Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS), Suwandi Ongko, Domain Consultant, ASEAN of Palo Alto Networks dan Fardy Umar, selaku Sales Engineer Dell Technologies.

Direktur Virtus Technology Indonesia Christian Atmadjaja, menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, AI telah diakui sebagai teknologi yang dapat mendorong efisiensi, inovasi, dan pertumbuhan di berbagai sektor industri. Namun, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam penerapan teknologi ini, terutama dari sisi infrastruktur, keterampilan sumber daya manusia, dan kerangka regulasi yang masih berkembang.

"Mengadopsi AI bukan hanya tentang teknologi; perusahaan juga harus menyadari risiko dan peluang yang muncul. Virtus Showcase hadir, memberi wawasan mendalam dan praktik terbaik bagi para pelaku industri," ungkap dia pada kesempatan tersebut.

Virtus kada Christian ingin membantu para pelaku industri memahami bahwa AI bukan hanya soal teknologi. Lebih jauh daitu juga tentang kesiapan organisasi, sumber daya manusia, dan strategi yang terencana.

"Melalui Virtus Showcase 2024, kami ingin membekali bisnis dengan pengetahuan dan solusi yang mereka butuhkan untuk menavigasi masa depan AI dengan lebih percaya diri," ucapnya.

Dalam sesi presentasi, Lukas menjelaskan ada empat elemen utama dari AI yaitu prosesor (hardware), algoritma (software), data dan bidang penerapan (use case). Pelaku industri perlu memastikan investasi yang cukup untuk perangkat, menggunakan algoritma yang sesuai, data yang tepat dan pemahaman yang baik untuk menerapkan AI dalam bidangnya.

Langkah strategis yang perlu diprioritaskan pelaku bisnis kata Lukas ada tiga. Pertama merancang dari awal sistem berbasis AI yang akan digunakan, kedua memperhitungkan ketersediaan data dan developer AI yang mampu membangun model yang optimal, ketiga penyiapan dataset, serta rujukan yang benar sebagai pondasi dari model yang dibangun (ground truth).

"Lalu untuk meminimalkan risiko keamanan data, perlu mengintegrasikan keamanan siber dalam pengembangan aplikasi AI melalui framework yang tangguh seperti DevSecOps, melakukan audit dan uji penetrasi serta simulasi serangan untuk mengidentifikasi potensi kerentanan sistem AI," ujar Lukas.

Konsep AI sudah dimulai sejak tahun 1956 dan teknologi ini kini telah meredefinisi ulang berbagai industri dengan sangat cepat. Mulai dari industri kesehatan hingga keuangan, transportasi hingga manufaktur, AI telah membuka berbagai bentuk efisiensi baru, memecahkan berbagai tantangan yang kompleks dan memungkinkan berbagai pemimpin bisnis mengambil keputusan strategis.

Namun, kemampuan ini juga menghadirkan sejumlah tanggung jawab penting, diantaranya berkaitan dengan proteksi data dan melindungi beban kerja AI dari ancaman serangan siber. Studi Dell Technologies terbaru, Innovation Catalyst, mengungkapkan bahwa 73% responden Indonesia yang diwawancarai menyatakan mereka khawatir teknologi AI akan menghadirkan sejumlah tantangan keamanan dan privasi baru.

"Mayoritas BDM dan ITDM di Indonesia sepakat AI akan menjadi bagian penting solusi keamanan di masa depan, namun mereka juga mengakui sifat ganda teknologi ini di satu sisi kompleks, tapi di sisi lain merupakan aset untuk proteksi data dan beban kerja AI," papar Country Lead, Data Center & Compute Solutions, Indonesia, Dell Technologies Erwin Yusran.

Oleh karena itu, mereka menekankan bahwa mereka akan memprioritaskan membeli teknologi/aplikasi TI yang sudah memiliki fitur keamanan yang terintegrasi. Keunggulan Dell Technologies adalah kemampuan Dell dalam menyediakan solusi keamanan siber terintegrasi secara end-to-end.

"Dengan demikian organisasi/perusahaan dapat melindungi diri potensi ancaman keamanan, memastikan ketahanan operasional dan keberlangsungan usaha mereka," ujar dia.

Di sisi lain, AI juga semakin dilihat sebagai alat penting dalam upaya meningkatkan keamanan siber. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk mendeteksi ancaman dengan lebih cepat dan akurat, bahkan sebelum ancaman tersebut berkembang menjadi serangan besar. Melalui analisis data yang mendalam dan otomatisasi, AI dapat membantu mengidentifikasi pola yang mencurigakan serta merespons ancaman siber secara real-time.

"Pertumbuhan eksponensial ancaman dunia maya, yang diperkuat oleh kekuatan transformatif AI, telah mengubah taktik yang digunakan oleh para pelaku ancaman. Untuk mempertahankan postur keamanan yang proaktif, perusahaan perlu melawan serangan yang didukung AI dengan keamanan siber bertenaga AI. Hal ini melibatkan pengintegrasian AI ke dalam perangkat keamanan untuk meningkatkan prediksi, deteksi, dan mitigasi serangan yang canggih," jelas Country Manager Indonesia, Palo Alto Networks Adi Rusli.

Baca Juga: