Baru-baru ini, media sosial kembali ramai dengan ulah penggemar salah satu boyband Korea 'NCT Dream' yang bertengkar di Twitter. Kasus viral ini bermula dari unggahan tak mengenakkan dari pengguna Twitter bernama Safa yang menulis ujaran kebencian tentang member NCT Dream.

Unggahan Safa menuai reaksi dari sekumpulan penggemar NCT Dream yang tidak terima. Mereka kemudian membuat 'Space' atau channel obrolan via suara yang bisa didengarkan seluruh pengguna di Twitter dan mengundang Safa ke dalamnya.

Dalam obrolan tersebut, pengguna dengan nama 'Berflower' ini melakukan intimidasi dan memojokkan Safa atas komentar buruk yang ia unggah di Twitter.

'Berflower' merasa apa yang dilakukan Safa adalah perkara yang harus diselesaikan melalui jalur hukum. Ia menyebut, "saya ini perwakilan Na Jaemin dan Huang Renjun (member NCT Dream), saya sudah panggil advokat saya untuk membawa kasus ini ke meja hijau, jadi kamu jangan macem-macem ya,".

'Berflower' yang mengaku berusia 29 tahun ini, juga mengancam Safa dengan menyebut dirinya adalah seorang aktivis HAM yang lahir dari keluarga militer dan memiliki dosen dari anggota partai tertentu.

Apa yang dilakukan 'Berflower' di Twitter ini, menimbulkan reaksi yang sangat beragam di masyarakat. Banyak orang menganggap ini sebagai 'Puncak Komedi' karena ucapan konyol para fans NCT Dream saat mengancam Safa.

Banyak warga net yang menyayangkan ucapan 'Berflower'. Sebagai seseorang yang dianggap telah dewasa, 'Berflower' seharusnya bisa bertindak lebih bijaksana terhadap apa yang dilakukan remaja perempuan seperti Safa di Internet.

Meski perbuatan Safa yang berkomentar buruk di internet bukan sesuatu yang bisa dibenarkan, warga net berharap 'Berflower' tidak melakukan pembulian dan intimidasi semacam itu di media sosial. 'Berflower' bahkan mengaku, dirinya adalah 'ibu' dari para personel NCT Dream.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada apa dengan 'Berflower'?

Dalam Psikologi, hal ini disebut dengan Hubungan Parasosial. Ini adalah hubungan satu sisi yang terbentuk dalam diri seseorang karena dipengaruhi oleh persona atau citra yang ditimbulkan media.

Tentu, hal semacam ini tidak hanya berlaku pada fans K-Pop. Perasaan seakan memiliki hubungan spesial dengan idola dapat terjadi pada penggemar apa saja, entah itu penyanyi, anime, kartun, pembawa acara, pemain film, pemain bola, apapun itu.

Dilansir dari jurnal milik Samantha K. Brooks yang dipublikasi Springer, kecenderungan ini dapat terjadi karena fans menghabiskan banyak waktunya untuk sang idola. Dalam hal penggemar K-Pop misalnya, mereka suka mencari tahu segala hal tentang idolanya. Mulai dari kebiasaan, hobi, kehidupan pribadi, apapun itu yang membuat mereka merasa terkoneksi dengan idolanya.

Dengan mengetahui hal-hal tersebut, penggemar akan merasa dirinya paham 100% tentang kehidupan idolanya. Inilah yang membuat seorang penggemar seolah-olah merasa memiliki hubungan personal dengan idolanya. Ini juga yang menyebabkan banyak penggemar yang terjebak dalam delusional yang mereka buat sendiri.

Meski begitu, perilaku ini masih dapat disebut wajar jika terjadi pada usia awal remaja. Hal ini bisa menjadi sebuah indikasi masalah atau keabnormalan dalam sisi psikologi, jika perilaku tersebut terus terbawa hingga dewasa.

Menggemari sesuatu memang hak setiap orang. Namun, jika hal tersebut malah menimbulkan masalah, perasaan posesif, fanatik yang tidak wajar, hingga merugikan diri sendiri dan orang lain, maka mungkin ada yang keliru dalam pemaknaan rasa cintanya.

Baca Juga: