CARACAS - Venezuela pada Kamis (15/2) menghentikan kegiatan kantor hak asasi manusia (HAM) PBB dan memerintahkan stafnya untuk meninggalkan negara tersebut dalam waktu 72 jam, beberapa hari setelah pihak berwenang menahan aktivis Rocio San Miguel.

Badan PBB tersebut menyatakan "keprihatinan mendalam" di X atas penahanan aktivis HAM tersebut dua hari sebelumnya dan mendesak agar dia "segera dibebaskan".

San Miguel (57) ditangkap Jumat lalu di area imigrasi sebuah bandara di Caracas. Penangkapan itu memicu kecaman internasional.

Jaksa menuduhnya melakukan "pengkhianatan" dan "terorisme" karena perannya dalam dugaan rencana pembunuhan Presiden Nicolas Maduro, yang menurut pemerintah didukung oleh Amerika Serikat.

Menteri Luar Negeri Yvan Gil mengatakan kantor HAM PBB telah mengambil "peran yang tidak pantas" dan telah menjadi "firma hukum swasta bagi para komplotan kudeta dan teroris yang secara permanen berkonspirasi melawan negara."

Dia mengatakan keputusan itu akan tetap berlaku sampai badan tersebut "secara terbuka memperbaiki, di hadapan komunitas internasional, sikap mereka yang kolonialis, kasar, dan melanggar Piagam PBB."

Namun, ia meyakinkan bahwa Venezuela "akan terus bekerja sama" dengan badan HAM, OHCHR, di Jenewa.

Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor HAM PBB yang hadir di Venezuela sejak 2019, mengatakan, "Kami menyesali pengumuman ini dan sedang mengevaluasi langkah selanjutnya."

"Prinsip panduan kami adalah pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia rakyat Venezuela."

Penahanan San Miguel terjadi pada tahun pemilu dimana Maduro memblokir saingan utamanya dari oposisi, membuat AS mengancam akan menerapkan kembali sanksi minyak yang baru dilonggarkan.

Pada Rabu, para anggota LSM melakukan protes di Caracas di luar kantor HAM PBB, sambil meneriakkan "Bebaskan Rocio."

Rocio ditangkap bersama beberapa anggota keluarga yang telah dibebaskan dengan jaminan.

Namun, mantan suaminya, seorang pensiunan tentara, juga ditangkap dan didakwa dengan tuduhan membocorkan "rahasia politik dan militer."

Penahanan tersebut terjadi setelah pihak berwenang Venezuela pada Januari mengatakan telah mengungkap lima rencana pembunuhan Maduro, yang melibatkan aktivis HAM, jurnalis, dan tentara.

Maduro kerap mengecam rencana penggulingkannya, biasanya ia menduga ada keterlibatan Amerika Serikat dan pihak oposisi.

San Miguel adalah pendiri sebuah LSM bernama Citizen Control, yang menyelidiki masalah keamanan dan militer, seperti jumlah warga yang dibunuh atau dianiaya oleh pasukan keamanan.

Dia menceritakan secara rinci keterlibatan militer dalam operasi penambangan ilegal, dan pembunuhan perempuan yang baru-baru ini terjadi di militer.

Amerika Serikat dan Uni Eropa menyatakan keprihatinan mendalam atas penangkapan San Miguel.

Sebuah misi pencarian fakta independen ke Venezuela yang dibentuk Dewan Hak Asasi Manusia PBB - sebuah badan berbeda yang terdiri dari 47 negara anggota - pada Selasa mengutuk penindasan yang "meningkat" terhadap lawan-lawan di negara tersebut.

"Ini bukan insiden-insiden yang terisolasi, melainkan serangkaian peristiwa yang tampaknya merupakan bagian dari rencana terkoordinasi untuk membungkam kritik dan penentang," kata Marta Valinas, ketua misi tersebut, dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.

Gelombang kritik membuat marah Caracas, dan Jaksa Agung Tarek William Saab mengecam "kampanye ganas dari luar negeri yang menentang sistem peradilan dan negara Venezuela."

Dan Gil mengatakan pada Rabu, jika kantor PBB begitu "prihatin terhadap HAM Venezuela," maka mereka harus bekerja sama erat dengan pemerintah.

Dia menuduh badan tersebut hanya "berpihak pada kelompok ekstrem kanan, hanya melindungi orang-orang yang mencoba tidak hanya menumbangkan tatanan konstitusional tetapi juga menimbulkan kekerasan yang meluas di Venezuela."

Baca Juga: