Pemerintah terus mendorong pengembangan sumber pangan alternatif lokal untuk mengatasi kebergantungan terhadap komoditas impor.
JAKARTA - Banyak jenis pangan lokal di Tanah Air yang bisa menjadi bahan baku pembuat tempe. Hal itu sangat cocok untuk menggantikan peran kedelai yang harganya sedang melonjak di pasar global.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi, mengatakan tempe tak hanya dibuat dari kedelai saja, namun bisa dari kacang koro, tunggak, gude, dan banyak bahan pangan lokal lainnya.
"Dengan banyaknya variasi bahan baku tempe tersebut telah menambah khazanah pertempean Nusantara dengan kearifan lokalnya dan beragamnya tempe tersebut dapat menciptakan potensi-potensi untuk mengolah lahan marginal," ucapnya dalam diskusi virtual di Jakarta, Selasa (15/11).
Sesuai arahan Menteri Pertanian, lanjut dia, upaya penyediaan pangan, khususnya pangan lokal bernilai gizi tinggi seperti tempe ini harus diperkuat dengan cara baru atau modern. "Harus lebih maju dengan lompatan hasil yang dicapai lebih besar agar ketersediaan pangan tangguh yang diikuti upaya hilirisasi dan kepastian pasar untuk meningkatkan kesejahteraan petani bahkan bisa ekspor," ujar Suwandi.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Provinsi DKI Jakarta, Sylviana Murni, menuturkan tempe adalah makanan yang sangat ideal bagi dunia yang semakin merata. Tempe adalah jaminan makanan dengan rasa lezat plus produksi yang mudah dan murah dengan kualitas nutrisi tinggi.
"Jadi, jika tempe sudah sedemikian tinggi nilainya bagi dunia, masihkah orang Indonesia menyangsikan masa depan kemakmuran Indonesia? Jawabannya bergantung pada cara orang Indonesia menghargai karya dan budaya bangsa sendiri," tutur Sylviana dalam diskusi yang sama.
Co-founder Tempe Movement, Amadeus Driando Winarno, menyebutkan banyak keunggulan tempe yang belum banyak diketahui masyarakat luas. Kalau dibandingkan dengan daging sapi, kadar protein dan energi tempe bisa sama atau lebih tinggi, seratnya jauh lebih tinggi, begitu juga kandungan kalsiumnya. Lemak jenuh dan garam di dalamnya jauh lebih rendah, sedangkan kandungan zat besinya itu sama.
"Keunggulan lain adalah proses produksi tempe ramah lingkungan. Satu megajoule energi menghasilkan kurang lebih 4 gram daging sapi. Sementara tempe empat kali lipat lebih efisien, menghasilkan 17 gram. Untuk keluaran gas rumah kaca dalam satuan kilogram karbondioksida, menghasilkan sekitar 7 gram protein daging sapi. Pada tempe terjadi 20 kali penghematan dan menghasilkan 160 gram. Harga, bisa 8 kali lebih murah," sebutnya.
Penggunaan Teknologi
Akademisi Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Atris Suyantohadi, mengatakan penggunaan teknologi Smart Agriculture Enterprise dapat mengoptimalkan tanaman kedelai sebagai bahan baku tempe di lahan-lahan tropis. Pada prinsipnya, SAE adalah teknologi yang fokus pada intensifikasi regenerativefarming dan teknologi ini membuat tanaman kedelai lebih mudah dibudidayakan pada lahan di iklim tropis.
"Selama ditanam, kedelai dimonitor terkait kecukupan nutrisi, kebutuhan air, kondisi cuaca, kebutuhan pupuk hingga tingkat kelembaban tanahnya. Alat sensor yang diletakkan di ladang kedelai, menjadi panduan untuk semua aspek itu secara real time," jelas Atris.