Sejumlah ilmuwan khawatir atas pengembangan vaksin Covid-19 yang dibuat dengan basis Ad5. Selain meragukan kemanjurannya, mereka pun menyebutkan vaksin tersebut memiliki potensi efek yang membahayakan.

TORONTO - Vaksin Covid-19 yang dikembangkan Russia dan Tiongkok memiliki potensi kelemahan. Hal itu diungkapkan sejumlah pakar pada Selasa (1/9).

"Vaksin-vaksin itu dibuat berdasarkan virus flu biasa yang umum diderita banyak orang sehingga berpotensi membatasi keefektifannya," ungkap para pakar itu.

Vaksin dari Tiongkok yang dimaksud antara lain vaksin CanSino Biologics yang dimodifikasi dari adenovirus tipe 5 atau Ad5 dan vaksin Sputnik 5 yang dikembangkan oleh Gamaleya Institute di Moskwa, juga berdasarkan modifikasi dari Ad5.

"Ad5 telah membuat saya khawatir karena sudah banyak orang memiliki kekebalan," kata Anna Durbin, periset vaksin di Johns Hopkins University. "Saya tak yakin mengenai strategi mereka. Mungkin vaksin-vaksin tersebut tak akan memiliki kemanjuran hingga 70 persen atau cuma 40 persen saja, dan itu lebih baik daripada tidak ada vaksin sama sekali hingga vaksin yang benar-benar ampuh muncul," imbuh dia.

Saat ini vaksin dipandang penting untuk bisa mengakhiri pandemi yang telah merenggut lebih dari 845.000 nyawa di seluruh dunia.

Periset telah melakukan banyak eksperimen dengan menggunakan vaksin berbasis Ad5 untuk menangkal sejumlah infeksi selama beberapa dekade. Adapun vaksin berbasis Ad5 ini pernah dipergunakan untuk melawan tuberkulosis.

Disisi lain sejumlah ilmuwan khawatir bahwa vaksin berbasis Ad5 bisa semakin meningkatkan kemungkinan tertular HIV.

"Saya amat khawatir tentang penggunaan vaksin tersebut di negara atau populasi mana pun yang berisiko terhadap HIV," komentar Dr Larry Corey, salah satu pemimpin di US Coronavirus Vaccine Prevention Network.

Pernyataan WHO

Sementara itu Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada Senin (31/8) menyatakan bahwa negara dengan penyebaran aktif virus korona yang signifikan harus mencegah acara-acara besar, sebab dengan membuka diri seperti mengakhiri lockdown tanpa mengendalikan virus, akan menjadi resep bagi terjadinya bencana.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengakui bahwa banyak masyarakat yang merasa lelah dengan pembatasan sosial dan ingin kembali ke kehidupan normal setelah delapan bulan pandemi.

"WHO mendukung penuh upaya untuk membuka kembali perekonomian dan kehidupan sosial," kata Tedros saat konferensi pers di Jenewa, Swiss. "Kami ingin melihat anak-anak kembali ke sekolah dan masyarakat kembali ke tempat kerja, namun kami juga ingin melihat itu dilakukan secara aman," imbuh dia.

Ditambahkan oleh Tedros bahwa tak ada negara yang bisa berpura-pura menyatakan bahwa pandemi berakhir. "Kenyataannya adalah virus menyebar dengan mudah. Membuka diri tanpa pengendalian akan menjadi sebuah resep bencana," tegas dia.

Diterangkan oleh Tedros bahwa ledakan wabah virus korona telah dikaitkan dengan pertemuan orang-orang di stadion, kelab malam, tempat ibadah dan kerumunan lainnya, di mana virus dengan mudahnya mampu menyebar di kalangan sekelompok orang.

"Keputusan tentang bagaimana dan kapan mengizinkan pertemuan masyarakat harus dilakukan dengan prosedur berbasis risiko, dalam konteks lokal," pungkas dia. Ant/I-1

Baca Juga: