HONG KONG - Pernyataan salah satu produsen vaksin yakni Moderna telah memicu kepanikan di pasar keuangan, pada Selasa (30/11). Perusahaan tersebut memperingatkan bahwa vaksin Covid-19 kemungkinan tidak efektif terhadap varian baru Omicron, seperti pada Delta.

Komentar CEO Moderna, Stephane Bancel, memicu kekhawatiran bahwa resistensi vaksin bisa menyebabkan lebih banyak kasus dan pasien rawat inap, sehingga memperpanjang pandemi Covid-19.

"Tidak ada di dunia, saya pikir, di mana (keefektifannya) berada pada tingkat yang sama yang kami miliki dengan Delta," kata CEO Moderna, Bancel, kepada Financial Times dalam sebuah wawancara seperti dikutip Reuters.

"Saya pikir itu akan menjadi penurunan material. Saya tidak tahu berapa banyak karena kita perlu menunggu datanya. Tetapi, semua ilmuwan yang saya ajak bicara sepertinya ini tidak akan baik-baik saja," kata Bancel.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan Omicron membawa risiko lonjakan infeksi yang sangat tinggi, dan memicu alarm global dengan dilakukan penutupan perbatasan yang membayangi pemulihan ekonomi yang baru mulai dari pandemi selama dua tahun.

Berita kemunculan varian tersebut menyebabkan penurunan sekitar dua triliun dollar AS nilai saham global, pada Jumat (26/11), pekan lalu, meskipun ada beberapa faktor yang membuat pasar tenang seperti pemulihan ekonomi yang berlangsung karena banyak investor yang bersikap menunggu dan melihat data yang lebih komprehensif mengenai karakteristik virus Omicron.

Presiden Joe Biden dalam sebuah pernyataan mengatakan Amerika Serikat (AS) tidak akan memberlakukan kembali penguncian, turut membantu menenangkan pasar sebelum komentar dari CEO Moderna itu kembali menakuti investor.

Biden telah menyerukan vaksinasi yang lebih luas. Sementara Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mendesak semua orang berusia 18 tahun ke atas untuk mendapatkan suntikan vaksin booster.

Mendorong Inflasi

Sementara itu, lembaga pemeringkat Fitch Ratings dan Moody's Investor Service menilai kemunculan Omicron dapat merusak prospek pertumbuhan ekonomi global dan juga mendorong inflasi lebih tinggi.

Associate Managing Director Moody's, Elena Duggar, seperti dikutip Reuters, mengatakan varian itu juga kemungkinan akan memukul permintaan selama perjalanan liburan dan musim belanja yang akan datang.

"Negara-negara emerging market yang mengandalkan pinjaman dari pasar internasional mungkin menghadapi risiko refinancing yang lebih tinggi," kata Duggar.

Baca Juga: