NEW JERSEY - Raksasa medis dan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Johnson & Johnson (J&J), pada Kamis (1/6) mengatakan bahwa vaksin Covid-19 buatan mereka, menghasilkan aktivitas yang kuat terhadap varian virus korona, Delta, serta varian umum lainnya.

Perusahaan itu menyebutkan, data menunjukkan daya tahan respons imun berlangsung setidaknya selama delapan bulan, dan vaksin satu kali suntikan itu 85 persen efektif, serta dapat membantu mencegah penderita harus menjalani rawat inap dan mengalami kematian.

"Data saat ini selama delapan bulan yang dipelajari sejauh ini menunjukkan vaksin Covid-19 tunggal Johnson & Johnson menghasilkan respons antibodi penetralisir yang kuat yang tidak berkurang. Sebaliknya, kami mengamati peningkatan dari waktu ke waktu," ujar Kepala Penelitian dan pengembangan di bisnis obat-obatan J&J, Mathai Mammen, dalam sebuah pernyataan.

Lebih Tinggi

Bahkan perusahaan itu menegaskan vaksin Covid-19 buatannya menimbulkan aktivitas antibodi penetralisir terhadap varian Delta, pada tingkat yang bahkan lebih tinggi daripada yang diamati untuk varian Beta, yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan.

J&J telah mengirimkan data sebagai pracetak ke situs web bioRxiv sebelum menjalani tinjauan sejawat.

Sebelumnya diberitakan Johnson & Johnson tidak akan melakukan uji coba lokal untuk vaksin tunggal Covid-19 di India, Economic Times melaporkan pada Selasa, mengutip juru bicara perusahaan itu.

Sementara J&J telah meminta persetujuan untuk melakukan uji coba penghubung di negara itu, pembuat obat yang berbasis di AS itu mengatakan tidak perlu melakukan itu sekarang karena India telah membatalkan persyaratan itu, menurut laporan itu.

Perusahaan itu sedang menjajaki bagaimana mempercepat ketersediaan vaksinnya di India, kata Economic Times. J&J tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Seperti diketahui varian Delta yang sangat menular dari virus korona melonjak di seluruh Asia minggu ini, dengan rekor jumlah infeksi tercatat di Australia dan Korea Selatan, hingga mendorong beberapa negara memperketat pembatasan dan yang lainnya mempercepat vaksinasi.

Varian tersebut, pertama kali terdeteksi di India pada Desember tahun lalu, telah menyebar ke sekitar 100 negara. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini memperingatkan bahwa varian itu bisa segera menjadi bentuk virus yang dominan.

Varian Delta juga mendorong lonjakan kasus di Jepang dan membuat acara Olimpiade bulan ini menjadi suram. Pada Jumat, Negara Bagian New South Wales Australia, yang paling padat penduduknya, melaporkan kenaikan harian terbesar dalam kasus baru Covid-19 sepanjang tahun ini. Total kasus di negara bagian itu dalam wabah terbaru telah mencapai 200, mayoritas disebabkan oleh varian Delta.

Sydney, yang ditinggali oleh seperlima dari 25 juta penduduk negara itu, sedang menjalani penguncian dua minggu untuk menahan wabah tersebut--yang telah mengkhawatirkan pihak berwenang di tengah upaya vaksinasi nasional yang lamban.

"Menurut saya, vaksin pasti akan mengurangi penyakit. Itu pasti akan mengurangi rawat inap. Tapi tentunya virus beredar di masyarakat di kalangan orang-orang yang tidak divaksin," kata Profesor Jill Carr, ahli virus dari College of Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat di Flinders University.

Australia, seperti beberapa negara lain di Asia, telah berjuang untuk menyuntik penduduk sementara keberhasilan awal dalam mengatasi pandemi menyebabkan keraguan terhadap vaksin, dan produsen lambat mengirimkan dosis. n SB/CNARtr//N-3

Baca Juga: