JAKARTA - Kaum wanita di seluruh dunia melaporkan gejala menstruasi yang berbeda setelah menerima vaksin Covid. Lebih sakit, lebih lama, lebih awal dan lebih berat. Banyak yang takut ini akan mempengaruhi kesuburan. Adakan hubungan antara vaksin Covid dengan kesuburan wanita?

Media Jerman Deutsche Welle Jumat (10/3) melaporkan, banyak wanita yang mengamati kejanggalan dalam siklus menstruasinya setelah mendapat vaksin Covid-19. Bahkan ada yang mengatakan tidak mengalami siklus bulanan sama sekali.

Efek dari vaksin Covid-19 pada siklus menstruasi tidak masuk dalam efek samping pada partisipan uji coba klinis pada 2020 lalu. Efek samping menstrual tidak terlacak secara aktif di VAERS, database Amerika Serikat yang menampung efek samping yang dialami penerima vaksin. Pada Mei 2021, hanya sedikit orang (kurang dari 200) yang melaporkan masalah menstruasi.

Sebuah studi yang dipublikasikan di Jurnal Obstetri dan Genekologi mengonfirmasikan satu fenomena yang diamati kaum wanita setelah mendapatkan vaksin Covid-19: yakni perubahan pada lamanya perdarahan menstruasi.

Menurut studi yang mengumpulkan data dari sekitar 4.000 pengguna aplikasi ponsel yang melacak siklus mestruasi tersebut, vaksinasi Covid-19 dikaitkan dengan perubahan kecil dan sementara dalam periode menstruasi. Temuan utamanya adalah menstruasi dimulai sehari kemudian setelah vaksinasi ketimbang kelompok wanita yang tidak terkontrol vaksinnya.

Periode setelahnya berubah kurang dari satu hari selama siklus menstruasi ketika vaksin disuntikkan. Jika wanita menerima dua dosis vaksin dalam satu siklus menstruasi, teramati terjadi perubahan dua hari.

Perubahan itu dikategorikan sebagai minimal dan hanya sementara.

Menurut studi tersebut, vaksin Covid-19 tidak menimbulkan efek lebih jauh pada menstruasi.

Data Terbatas

Studi ini hanya mengamati vaksin yang diproduksi oleh BioNTech-Pfizer, Moderna, Johson & Johnson. Wanita yang menerima vaksin AstraZeneca tidak termasuk dalam studi ini. Lebih dari setengah orang yang divaksin menerima vaksin Pfizer (55%), 35% menerima vaksin Moderna, dan 7% vaksin J&J.

Jadi, tidak semua vaksin tersedia di negara yang berbeda dipertimbangkan. Faktor lain yang perlu diingat adalah studi ini mengamati salah satu poin yang muncul. Menurut studi ini, pertanyaannya tetap tentang perubahan yang mungkin terjadi dalam siklus menstruasi seperti gejala menstruasi, perdarahan yang tidak menentu, dan perubahan dalam kuantitas darah menstruasi.

Beda Studi, Beda Hasil

Pada Desember 2021, the European Medicines Agency's (EMA) mengatakan tidak ada kaitannya antara perubahan dalam siklus mentruasi dengan vaksin Covid-19. bahkan setelah studi yang dilakukan oleh Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia yang menyatakan beberapa wanita mengalami menstruasi yang lebih berat setelah disuntik.

Studi tersebut melakukan survei pada hampir 6.000 wanita usia 18-30 tahun terkait sklus menstruasi mereka dan pola perdarahan sebelum dan sesudah vaksinasi. Terdapat insiden yang secara umum tinggi dari berbagai gangguan menstruasi: setelah dosis pertama, 39,4% melaporkan sedikitnya satu perubahan, dan setelah dosis kedua 40,9%.

Setelah mereview insiden yang ada, Pharmacovigilance Risk Assessment Committee (PRAC) di EMA mengatakan perlu evaluasi atas seluruh data yang ada.

Gangguan Menstruasi Hal Biasa

Menurut EMA, gangguan menstruasi dapat terjadi karena kondisi medis, infeksi, obat-obatan, hormon, kontrasepsi, sama dengan gangguan yang terjadi pada rahim dan servik seperti endometriosis.

Stres dan kelelahan adalah hal biasa yang diakibatkan perubahan menstruasi, menurut kedua studi. Namun, kehawatiran terhadap kemungkinan adanya kaitan antara vaksin Covid-19 dengan tidak teraturnya siklus menstruasi dapat menimbulkan keraguan.

Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit Amerika Serikat mengatakan, tidak ada insiden yang menunjukkan vaksin berakibat masalah kesuburan.

Sebuah laporan terkini yang menggunakan pelacak kesehatan v-safe setelah vaksinasi, sistem monitoring yang dirancang CDC untuk melacak efek samping vaksin Covid menunjukkan, 4.800 orang positif hamil setelah menerima vaksin mRNA dosis pertama.

Laporan lain yang menggunakan data dari sistem kesehatan AS yang mendokumentasikan lebih dari 1.000 orang yang telah divaksin lengkap sebelumnya (termasuk mRNA dan vaksin lain) justru menjadi hamil.

Baca Juga: