JAKARTA - Utusan Moskow di Washington menegaskan kembali klaim negaranya: Ukraina memalsukan dugaan pembantaian dilakukan tentara Rusia di kota Bucha. Dia mengatakan pada Newsweek bahwa tuduhan itu bisa mengancam pembicaraan damai yang sedang berlangsung antara kedua negara.
"Setiap hari, otoritas Ukraina membesar-besarkan kampanye disinformasi anti-Rusia, menyebarkan tuduhan tak berdasar tentang dugaan kekejaman dan kejahatan perang Angkatan Bersenjata Federasi Rusia," kata Duta Besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov kepada Newsweek seperti dilaporkan Kamis (7/4).
"Menghakimi dengan retorika semacam itu," tambahnya, "Kepemimpinan Ukraina tidak dikendalikan oleh perhatian tentang warga sipil melainkan oleh keinginan untuk mengkosolidasi citra sebagai "korban" dan menodai negara kami."
AS dan sekutu Eropa yang mendukung Ukraina bereaksi keras melaporkan gambar dan footage, mengaku menunjukkan warga sipil terbunuh, beberapa di antaranya tampak dibunuh dengan cara dieksekusi, berjejer di jalanan Bucha, jaraknya 24 mil dari ibukota Kiev.
Kebocoran radioaktif membuat presiden Joe Biden makin mem-branding Putin sebagai penjahat perang dan menyerukannya untuk menghadapi pengadilan internasional.
Namun Antonov mengatakan, "Reaksi sejumlah negara atas peristiwa Bucha sungguh mengejutkan, mereka tak melihat lagi apa yang terjadi dan menyalahkan militer Rusia begitu saja atas semua yang terjadi." Dalam pandangannya, mereka benar-benar mengabaikan inkonsistensi yang mengindikasikan bahwa aksi itu dibuat-buat.
Salah satunya, "Pada 31 Maret, Walikota Bucha Anatoly Fedoruk menyatakan penarikan mundur secara penuh tentara Rusia, dia tidak mengatakan satu kata tentang penembakan warga sipil."
"Tuduhan pertama baru muncul di media Barat pada 3 April."
"Sangat tidak mungkin tubuh orang mati tergeletak di jalanan selama empat hari dan tidak ada orang yang memperhatikan," kata Antonov.
Beberapa hari sebelum pemberitaan muncul, Antonov mengatakan, "Perwakilan polisi rahasia Ukraina dan polisi nasional tiba di Bucha pada 1 April."
"Mereka mengumumkan maksud mereka ingin membersihkan wilayah itu dari kaki tangan Rusia," kata Antonov. "Kelompok radikal Ukraina bahkan menyerukan penembakan warga yang tidak memiliki tanda identifikasi khusus. Menteri Pertahanan Rusia juga memiliki bukti tentang kejahatan terencana oleh otoritas Ukraina di kawasan Sumy dan Kiev.
Dia kemudian memperingatkan bukti-bukti akan lebih banyak lagi.
"Kami yakin rezim Kiev sedang menyiapkan materi yang lebih provokatif tentang kematian warga sipil di kawasan Kharkiv diduga akibat aksi Angkatan Bersenjata Federasi Rusia," kata Antonov. "Masing-masing orang dibayar 25 dolar untuk partisipasinya dalam pembuatan film itu."
Newsweek tidak dapat memverifikasi secara independen klaim-klaim tersebut.
Namun diplomat Rusia ini mengatakan negosiasi yang telah mencapai kemajuan di antara kedua belah pihak akan dipertanyakan.
"Semuanya ini terjadi saat pihak Ukraina menyatakan kesiapannya untuk mendeklarasikan status non-nuklir, non-blok, dan netral," kata Antonov. "Ini penting sekali bagi semua negara."
"Ketulusan pernyataan Kiev tentang keinginan mencari cara solusi diplomatik atas krisis memperbesar keraguan."
Pejabat Ukraina berulang kali menolak reaksi Rusia atas peristiwa Bucha dan kota-kota lain di Ukraina.
Pada Selasa, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mempresentasikan apa yang menurutnya bukti kekejaman yang dilakukan tentara Rusia, selama pidato di Dewan Keamanan PBB. Ia mengatakan tentara Rusia telah membunuh dan menyiksa sedikitnya 300 orang di Bucha sebelum penarikan mundur sebagai bagian dari rencana besar Rusia untuk fokus kembali ke kawasan timur Doubas, tempat kelompok separatis pro-Moskow beraksi sejak 2014.
Pemimpin Ukraina ini mengunjungi Bucha pada Minggu dan menyatakan peristiwa di sana akan membuat upaya diplomasi makin rumit.
"Sangat sulit untuk dikatakan," kata Zelensky saat itu. "Sangat sulit untuk bernegosiasi di saat anda melihat apa yang mereka lakukan di sana. Setiap hari kita menemukan orang di dalam tong, di gudang bawah tanah, di mana-mana, ada yang dicekik, jelas disiksa."
Ketika pejabat Ukraina mengumpulkan bukti atas apa yang mereka sebut genosida, Zelenskyy mendesak pejabat Rusia berpikir cepat tentang solusi yang bisa mengakhiri konflik, sesuatu yang dia bilang hanya bisa dicapai melalui pertemuan langsung antara dirinya dan Putin.
Kremlin mencandai ide itu pertemuan potensial antara dua pria. Namun pejabat Rusia berdalih, pertemuan seperti itu hanya dapat dilakukan setelah kedua pihak menyetujui tuntutan-tuntutan Rusia. Termasuk keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO dan mendeklarasikan negaranya tidak akan pernah memiliki senjata nuklir sama seperti mengakui delapan tahun kekuasaan Rusia di Semenanjung Krimea di sebelah selatan dan kemerdekaan Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk di sebelah timur.
Pejabat Ukraina menyatakan terbuka atas dua poin pertama, namun pemerintahan Zelenskyy ragu memberikan konsesi teritorial.
Sementara itu, pemerintahan Biden bersumpah akan menyediakan lebih banyak senjata ke Ukraina. Terakhir, dalam bentuk paket sistem persenjataan senilai 100 juta dolar AS yang diumumkan pada Selasa.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, bantuan militer terakhir sejak perang pecah berjumlah 1,7 miliar dolar AS dan sejak Biden berkuasa hingga 2,4 miliar dolar AS
Sementara Biden berulang kali bersumpah tidak akan mengirim pasukan AS ke Ukraina, sang presiden juga menjatuhkan sederet sanksi kepada Moskow yang disebut Sekretaris Gedung Putih Jen Psaki telah memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Rusia.
Terkait bukti untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan perang di Ukraina, Psaki mengatakan AS akan terus membantu dengan jalan apapun dengan upaya melacak data, informasi tambahan dan berkontribusi pada upaya internasional untuk melakukannya."
Namun dia memperingatkan, Bucha kemungkinan bukanlah yang terakhir.
"Ingat, gambar-gambar yang kita lihat di Bucha berasal dari peristiwa dan kekejaman yang tidak terjadi kemarin. Tapi sudah lama terjadi. Benar?" kata Psaki. "Dan akan ada lebih banyak lagi yang sudah diprediksi oleh penasihat keamanan nasional dan menlu kami, sayangnya, karena banyak wilayah yang diinvasi Rusia dan kekejaman yang belum dapat kita akses gambarnya, tak diragukan lagi."