BANGKOK - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, pada Rabu (17/8) bertemu dengan kepala pemerintahan yang dibentuk militer dan memintanya untuk segera menghentikan semua kekerasan, mendukung jalur politik kembali ke pemerintahan sipil dan demokrasi, serta mengizinkan mantan pemimpin negara yang dipenjara, Aung San Suu Kyi, untuk kembali ke kediamannya dan bertemu dengannya.

Pada misi pertamanya ke Myanmar yang dilanda kemelut itu, Heyzer juga menegaskan kembali keprihatinan dari Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, tentang krisis kemanusiaan, keamanan, ekonomi dan politik Myanmar dan mengulangi seruan Sekjen PBB untuk pembebasan semua tahanan politik.

Heyzer juga mendesak Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk memberlakukan moratorium eksekusi di masa depan, menyusul eksekusi baru-baru ini terhadap empat aktivis politik yang menuai kecaman di seluruh dunia.

"Pernyataan Heyzer tentang kunjungan dua harinya dirilis saat dia meninggalkan negara itu," kata wakil juru bicara PBB, Farhan Haq, seraya menerangkan bahwa Heyzer tidak bisa bertemu Suu Kyi dalam kunjungannya kali ini, tetapi ia berharap mereka akan bertemu di masa depan.

Haq mengatakan Heyzer dan sang jenderal telah berdiskusi dengan baik dan PBB akan memantau apakah tuntutan utamanya akan dilaksanakan.

Sementara itu Heyzer juga menekankan dalam pernyataannya ketika dia meninggalkan Myanmar bahwa keterlibatan PBB sama sekali tidak memberikan legitimasi pada pemerintah militer.

"Rakyat Myanmar memiliki hak atas demokrasi dan penentuan nasib sendiri yang bebas dari ketakutan dan keinginan, yang hanya akan mungkin terjadi dengan niat baik dan upaya semua pemangku kepentingan dalam proses yang inklusif," kata dia.

Kritik Asean

Sementara itu pemimpin militer Myanmar pada Rabu mengecam kelompok negara-negara Asia tenggara, Asean, karena melarang para jenderalnya hadir dalam pertemuan regional kelompok tersebut. Negara itu menuduh Asean telah menyerah pada tekanan eksternal.

Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara sebelumnya telah mengecam junta di Myanmar. Mereka menilai, junta gagal membuat kemajuan nyata dalam rencana perdamaian yang disepakati dengan blok beranggotakan 10 negara itu pada tahun lalu.

Rencana tersebut mencakup pihak militer Myanmar harus dapat bersikap baik terhadap lawan dan menghentikan permusuhan dengan pihak oposisi.

Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih dalam kudeta pada tahun lalu. Sejak itu, militer membungkam pembangkang dengan kekuatan mematikan. AFP/ST/VoA/N-3

Baca Juga: