Untuk bisa menyelesaikan krisis politik yang berkepanjangan, utusan militer untuk Myanmar harus bertemu dengan semua pihak.

JAKARTA - Jika Indonesia yang saat ini mengetuai Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) mengirimkan seorang perwira tinggi sebagai utusan khusus untuk Myanmar maka harus bisa bertemu dengan semua pihak di sana.

Dikutip dari BenarNews, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, baru-baru ini mengatakan utusan tersebut harus mendukung pengawasan sipil atas militer dan memahami transisi demokrasi.

Agus yang sejak setahun lalu menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Filipina, mengatakan utusan tersebut juga harus bertemu dengan perwakilan kelompok etnis bersenjata dan anggota parlemen yang dipilih secara demokratis (National Unity Government/NUG) yang digulingkan dalam kudeta militer di Myanmar pada 1 Februari 2021.

"Harus bertemu semua pihak (termasuk NUG), karena ini urusannya dan yang bisa menyelesaikannya adalah dengan duduk bersama, tidak bisa hanya salah satu pihak saja," tegas Agus.

Pandangan Agus menanggapi baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengatakan kepada Reuters bahwa ia berencana mengirim seorang jenderal senior ke Myanmar "sesegera mungkin" untuk berbagi pengalaman saat Indonesia mengalami transisi menuju demokrasi dari pemerintahan militer.

Selesaikan Krisis

Banyak yang diharapkan dari Indonesia dalam perannya sebagai ketua Asean tahun ini, terutama dalam menyelesaikan krisis usai kudeta di Myanmar, melihat Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan ini dan khususnya karena sebelumnya pernah membantu Myanmar.

Agus pernah dipercaya untuk mewakili pemerintah Indonesia membantu Myanmar dalam transisi menuju demokrasi dari tahun 2007 hingga 2011. Ia juga sering diundang sebagai pembicara dalam proses demokratisasi Myanmar.

Agus mengatakan keputusan atas siapa utusan khusus itu ada di tangan Presiden. "Orang yang ditunjuk itu harus memahami proses transisi demokrasi dan peran militer untuk mendukung transisi demokrasi, dan dipastikan jangan malah menghambat transisi demokrasi," catatnya.

"Ada tidak kedalaman dia untuk memberikan gambaran keikhlasan militer untuk melepaskan kekuasaannya yang berasal dari darurat masa lalu dan harus disesuaikan dengan prinsip demokrasi di mana militer harus berada di bawah supremasi sipil, tapi juga menjadi militer profesional?" paparnya.

Menurut Westminster Institute, sebuah organisasi penelitian berbasis di AS yang berfokus pada ekstremisme dan ancaman radikal, Agus mendukung transisi demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: