JAKARTA - Bank Indonesia (BI) pada Senin (15/2) memublikasikan jumlah utang luar negeri (ULN) pada akhir triwulan IV-2020 mencapai 417,5 miliar dollar AS yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 209,2 miliar dollar serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 208,3 miliar dollar AS.
Pakar sosiologi ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, yang diminta tanggapannya mengatakan utang luar negeri hendaknya tidak terlalu tinggi, agar postur anggaran memiliki keleluasaan dalam mendanai program pembangunan, termasuk pengentasan kemiskinan.
"Idealnya, APBN suatu negara tidak boleh lebih dari 20 persen untuk membayar utang pokok dan bunganya. Kalau sekarang sudah jauh di atas itu," kata Bagong.
Kalau alokasi pembayaran cicilan dan bunga utang dari APBN terlalu besar, maka fungsi belanja pemerintah sebagai instrument fiscal akan tergerus oleh berbagai utang tersebut.
"Bagi orang yang memahami pengelolaan anggaran negara, sangat mencemaskan. Lama-kelamaan pemerintah tidak punya dana untuk program-program yang bersentuhan langsung untuk masyarakat. Ini sinyal berbahaya urusan utang kita," pungkas Bagong.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan tertulisnya mengatakan utang luar negeri pada akhir tahun itu tumbuh 3,5 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau menurun dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,9 persen.
"Melambatnya pertumbuhan utang luar negeri disebabkan perlambatan pertumbuhan utang swasta," kata Erwin.
Sedangkan ULN pemerintah sebesar 206,4 miliar dollar AS atau tumbuh 3,3 persen yoy karena terjaganya kepercayaan investor sehingga mendorong masuknya aliran modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Belanja Prioritas
BI menilai utang pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas, di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan alokasi sebesar 23,9 persen dari total ULN pemerintah. Selebihnya, untuk sektor konstruksi 16,7 persen, jasa pendidikan 16,7 persen, dan administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 11,9 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 11,1 persen.
Sementara itu, lebih rendah pertumbuhan utang swasta karena melambatnya penarikan utang Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan (PBLK) serta kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam.
Berdasarkan sektor, ULN swasta, kata Erwin, terbesar dari jasa keuangan dan asuransi, pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan pendingin udara, industri pengolahan, dan pertambangan dan penggalian yang mencapai 77,1 persen.
Otoritas moneter itu juga menilai struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat karena dikelola dengan prinsip kehati-hatian yang tecermin dari rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan IV-2020 pada kisaran 39,4 persen atau meningkat dibanding rasio triwulan sebelumnya 38,1 persen.
n SB/E-9