Ibu Kota Jakarta saat ini terasa sangat sesak. Penduduknya bertambah terus. Kemacetan di mana-mana. Pembangunan gedung-gedung tinggi seperti apartemen, kantor, dan pusat perbelanjaan terus berjalan. Pembangunan under pass maupun flyover, termasuk kereta ringan (LRT) serta Mass Rapid Transportation (MRT) menambah parah kemacetan

Di sini disoroti pentingnya keseimbangan Ibu Kota, dalam arti luas ruang terbuka hijau (RTH) bisa lebih cepat dicapai. Keseimbangan sangat penting mengingat selama beberapa tahun lalu, Jakarta seperti 'tak terkontrol.' Yang menyedihkan, banyak lahan RTH dan fasilitas publik, diambil pengembang. Mereka berubah fungsi menjadi gedung atau fasilitas perumahan dan apartemen.

Tentu keberhasilan pengembang tidak lepas dari kongkalikong dengan pejabat Pemprov masa lalu. Nah, hal-hal seperti ini jangan terjadi lagi. Jika mungkin aset Pemprov untuk RTH bisa dambil kembali untuk kepentingan publik.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diamanatkan agar RTH dimiliki paling sedikit 30 persen dari luas wilayah. Itu diatur pada Pasal 29 UU tersebut. Untuk level Ibu Kota Jakarta, ada Peraturan Daerah (Perda) DKI Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Pasal 79 ayat 3 huruf a disebutkan, peningkatan luasan RTH sampai 30 persen untuk melindungi kualitas udara dan iklim mikro.

Maka, Jakarta juga harus memenuhi peraturan di atas. Jakarta menargetkan 30 persen wilayahnya berupa RTH pada 2030 itu, diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Maka dimulailah target pertahun seluas 50 hektare untuk pertambahan RTH di Jakarta.

Pada 2013 Jakarta hanya mampu mengadakan RTH seluas 9,32 hektare dari target 50 hektare. Pada 2014, Jakarta merealisaikan RTH seluas 13,75 hektare dari target 50 hektare. Pada 2015, Jakarta merealisasikan 50,45 hektare RTH dari target 50 hektare alias berhasil melampaui target.

Mantan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI, Ratna Dyah Kurniati, mengungkapkan, menurut perhitungan secara manual, luas RTH di Jakarta baru tujuh persen. Perhitungan ini didapat dari hasil penjumlahan luas seluruh lahan RTH. Data ini mencakup RTH publik yang tidak dimiliki Pemprov DKI dan sebagian milik kementerian. Data RTH yang dikelola Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI sendiri kini seluas 2.748 hektare atau 4,15 persen luas DKI Jakarta.

Sementara itu, berdasarkan perhitungan menggunakan citra satelit, dari tingkat kehijauan vegetasi, luas tutupan vegetasi RTH di Jakarta tahun 2014 sekitar 9,8 persen dari luas total daratan di DKI. Itu berarti masih jauh dari batas minimal untuk sebuah kota.

Lahan RTH yang sudah terbangun hingga 2016 adalah 2.748 hektare berupa taman, jalur hijau dan makam. Yang sedang dalam proses pembebasan lahan sekitar 114 hektare di 106 lokasi. Terbanyak di Jakarta Timur, 47 lokasi.

Upaya penting lain, mengawasi aset-aset pemprov berupa RTH tidak dialihfungsi untuk bangunan komersial. Jika dibiarkan terus, berarti pejabat Ibu Kota Jakarta membiarkan kejahatan lingkungan terus berlangsung

Sudah saatnya Jakarta mencontoh kota-kota besar dunia yang mengutamakan keseimbangan luas wilayah untuk RTH dan bangunan lainnya. Kota yang sehat dan ramah terhadap masyarakat dengan memberikan ruang yang sehat dan fasilitas umum yang memadai.

Beberapa tahun ini, terutama masa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaya Purnama memang jauh sekali perubahan yang terjadi. Sebab banyak taman dan RTH yang dibangun dengan baik dan nyaman. Kini, harus dilanjutkan Gubernur Djarot dan nanti pasangan Anies Baswedan-Sandy.

Baca Juga: