Pengembangan lumbung pangan atau food estate di sejumlah tempat di Tanah Air tidak boleh mengabaikan prinsip kelestarian lingkungan guna menjaga produksi dalam jangka panjang.
JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta pemerintah mengutamakan pembangunan pertanian berkelanjutan di lokasi food estate. Hal itu penting untuk menekan persoalan, baik sosial maupun lingkungan yang timbul akibat pembangunan lumbung pangan tersebut.
Pengamat Pertanian, Gunawan, menegaskan pembangunan food estate harus memenuhi standar pertanian pangan berkelanjutan. Untuk itu, penepatan secara hukum sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan menjadi langkah pertamanya.
Kedua, lanjut dia, semestinya sebagai upaya perlindungan dan pemberdayaan petani, pembudi daya ikan, dan peternak sebagaimana telah diatur oleh peraturan perundang-undangan. "Untuk itu, harus memberikan akses yang luas kepada petani, pembudi daya ikan, dan peternak mengakses lahan dalam kawasan pertanian pangan tersebut atau food estate," tandas Penasehat Senior Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) itu, di Jakarta, Rabu (7/4).
Adapun ketiga, harus selaras di antara kebijakan food estate, pertanian berkelanjutan, perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan reforma agraria. Tujuannya, agar tidak tumpang tindih atau bahkan pertentangan antar kebijakan.
Pengamat Pertanian lainnya, Said Abdullah, menegaskan, semestinya niat baik harusnya dilakukan dengan cara yang baik. Niat untuk meningkatkan produksi, ketersediaan pangan pokok nasional menjadi penting dilakukan tetapi tentu saja harus dilakukan dengan cara baik supaya hasilnya juga baik.
"Pertanyaannya, apakah food estate yang di Kalteng dan beberapa tempat lain di era Jokowi ini cara yang baik, tentu perlu dibuktikan sampai beberapa waktu kedepan," ucap Said yang merupakan Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) itu.
Dia melanjutkan, jika berkaca pada pengembangan lumbung pangan pada beberapa tahun sebelumnya, pembentukannya justru meninggalkan berbagai persoalan, baik sosial maupun lingkungan
Dia mencontohkan pemberitaan tentang produksi turun dialami oleh petani di area food estate Kalteng beberapa waktu lalu diklaim pemerintah hanya kecil skalanya. Kasus tersebut, lanjutnya, bisa jadi indikasi dan harus menjadi perhatian sehingga jangan sampai cara untuk mencapai niat baik tidak tercapai.
Prinsip Lingkungan
Hal lain, lanjutnya, tentu saja perlu terus diingatkan bahwa pembangunan food estate tak hanya berorientasi pada produksi semata dengan mengorbankan petaninya. Jika ditemukan berbagai persoalan yang menyangkut kerugian oleh petani harus segera dikoreksi programnya.
"Prinsip lain tentu saja soal lingkungan. Pembangunan food estate harus berkelanjutan secara lingkungan sehingga niat produksi tercapai dalam jangka panjang," tukasnya.
Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Inveatasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (6/4), meninjau kawasan food estate di blok A5 Desa Bentuk Jaya Kecamatan Dadahup, Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng). Kunjungan kali turut didampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimoeljono, Kepala Kantor Staf Pesiden (KSP) Moeldoko, untuk melakukan pengecekan progres pengembangan Food Estate Kalteng.
"Jadi, kami sesuai perintah Pak Presiden (Joko Widodo) dengan Menteri Pertanian, Menteri PUPR, Kepala Staf Presiden meninjau lahan pengembangan food estate yang direncanakan seluas 167.000 hektar (ha)," ujar Menko Luhut.
Mentan Syahrul memaparkan pengembangan food estate pada 2020 yang dikelola Kementan tersebar seluas 20.000 hektar (ha) di Kabupaten Kapuas dan 10.000 ha di Kabupaten Pulang Pisau. Hingga kini penanamannya mencapai 96,7 persen atau seluas 29.032 ha dan sudah realisasi untuk panen seluas 15.862 ha hingga 31 Maret 2021.