Manipulasi data oleh oknum pemda sangat berisiko tinggi terhadap validitas data, terutama data inflasi yang menjadi acuan beragam kebijakan terutama soal stabilitas harga pangan.

JAKARTA - Dugaan adanya manipulasi data inflasi daerah harus diusut tuntas. Sebab, jika benar-benar terjadi, dampaknya akan sangat besar, termasuk pengambilan keputusan yang salah oleh pemerintah karena data bersumber dari manipulatif.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB Suhartoko, mengatakan jika data itu yang dipublikasikan akan menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan baik di dunia bisnis maupun kebijakan pemerintah.

"Karena itu, pengawasan dalam menyajikan data perlu dilakukan secara menyeluruh. Badan Pusat Statistik (BPS) perlu memperketat pengawasannya," tegas Suhartoko merespons pernyataan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terkait adanya indikasi sejumlah daerah yang memanipulasi data inflasi.

Suhartoko memaparkan faktor pendorong terjadinya manipulasi adalah untuk mendongkrak kinerja inflasi di daerah. Pemda yang mampu mengendalikan inflasi akan mendapat insentif pendanaan. Alhasil, manipulasi data inflasi tidak menunjukkan kinerja sebelum.

Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan manipulasi data oleh oknum pemda sangat berisiko tinggi terhadap validitas data, terutama data inflasi yang menjadi acuan beragam kebijakan terutama soal stabilitas harga pangan.

"Artinya, selama ini harga pangan undervalue atau di bawah angka yang sesungguhnya. Perlu dilakukan evaluasi ulang seluruh data inflasi, khususnya bahan pangan," tegasnya.

Bhima menjelaskan jika skandal data inflasi terus digunakan sebagai acuan atau target kebijakan maka banyak kebijakan soal pangan pertanian akan meleset. Dia mencontohkan daerah dengan inflasi melandai, kemudian subsidi pupuknya dikurangi, bantuan pertaniannya berkurang, bantuan sosialnya juga dipangkas.

Alhasil, dalam jangka panjang, inflasi yang seolah bisa diredam akan kembali melonjak tinggi. BPS dan kementerian bidang ekonomi-pertanian harus melakukan audit terhadap seluruh data inflasi yang disetor daerah.

Akurasi perhitungan inflasi dipertanyakan Kemendagri. Lembaga tersebut mengungkapkan terdapat sejumlah modus yang dilakukan oknum kepala daerah untuk mengakali angka inflasi di daerahnya agar menjadi bagus.

Ada sejumlah modus yang dilakukan pemda dalam mengakali inflasi, di antaranya kepala daerah mendatangi kantor BPS di daerahnya masing-masing untuk meminta tolong angka inflasinya dibuat menjadi bagus.

Modus lain, yakni kepala daerah sengaja menggelar pasar murah di lokasi yang menjadi tempat survei BPS. Oknum kepala daerah akan menginstruksikan jajarannya agar membuat gerakan yang mendorong penurunan harga barang secara masif, misalnya dengan operasi pasar murah.

Independensi Lembaga

Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan BPS mempunyai data metodologi tertentu untuk menghitung inflasi. Di samping itu, dia menyebut BPS juga menjaga independensi pengolahan data dan pengumpulan data secara independen dan tidak ada intervensi dari pihak lain.

"Dalam menentukan sampling dan pengambilan data harga di daerah, kami juga menggunakan metode sampling tertentu yang sesuai dengan kaidah statistik, dan ini angka yang dihasilkan BPS tentunya dapat dipertanggungjawabkan independensinya," tutur Amalia dalam konferensi pers, Senin (1/10).

Dia menambahkan Badan Pusat Statistik juga mempunyai penjaminan kualitas, dalam setiap survei dan pengolahan data. Bahkan pemilihan waktu, tempat, dan lokasi pasarnya mengacu pada standar internasional.

Baca Juga: