Future Health Index (FHI) dibuat berdasarkan data lebih dari 33.000 peserta di 19 negara dan mengikutsertakan saran dari perkumpulan akademisi dan organisasi nirlaba terkemuka di dunia.

Studi ini memberikan pembelajaran bagi Indonesia mengenai persepsi dan fakta mengenai akses terhadap layanan kesehatan, integrasi sistem layanan kesehatan, dan penerapan teknologi kesehatan yang terkoneksi.

Masyarakat umum di negara-negara berkembang percaya bahwa profesional di bidang kesehatan harus memfokuskan sebagian besar waktu dan sumber daya mereka untuk upaya pencegahan.

Royal Philips, pemimpin global dalam teknologi kesehatan, baru-baru ini merilis FHI tahunan kedua yang menjelaskan lebih lanjut mengenai tantangan dan peluang yang dihadapi oleh sistem layanan kesehatan di seluruh dunia di tengah usaha mereka untuk beralih ke model kesehatan yang lebih terintegrasi untuk memenuhi tantangan kesehatan saat ini dan masa depan.

Berdasarkan survei terhadap lebih dari 33.000 orang di 19 negara, FHI menyatakan bahwa upaya pencegahan dan teknologi kesehatan yang terkoneksi, seperti alat pendeteksi kesehatan, alat kesehatan, perangkat monitoring kesehatan untuk di rumah, alat komunikasi elektronik langsung antara pasien dan dokter serta alat monitoring pasien jarak jauh, memiliki peran penting dalam menghadapi tantangan sistem layanan kesehatan di seluruh dunia, namun pada kenyataannya alat-alat tersebut belum dimanfaatkan sepenuhnya.

Dengan jumlah populasi lanjut usia atau lansia di Indonesia yang diperkirakan akan mencapai 36 juta jiwa pada 2025, dan dengan semakin meningkatnya angka penyakit kronis di kalangan generasi muda, Royal Philips mengungkapkan sejumlah tren untuk membantu Indonesia mengatasi masalah yang dihadapi sistem kesehatannya pada dekade mendatang.

Tingkatkan Kesadaran Masyarakat

Temuan utama dalam laporan ini menunjukkan lebih dari setengah atau 55 persen populasi di negara-negara berkembang percaya bahwa tenaga profesional kesehatan harus memberikan sebagian besar waktu dan sumber daya mereka untuk upaya pencegahan yaitu menjaga kesehatan dengan baik. Sementara itu, 69 persen tenaga profesional kesehatan di negara berkembang juga percaya bahwa mereka harus fokus pada upaya pencegahan daripada pengobatan (30 persen).

Sejalan dengan itu, Kementerian Kesehatan baru-baru ini mengalokasikan 16 persen dari total anggarannya untuk program kampanye "Gerakan Masyarakat Hidup Sehat" (Germas) yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat seputar penyakit tidak menular, namun dapat mematikan seperti kanker, hipertensi dan diabetes, dan seputar pentingnya nutrisi yang tepat.

Meningkatkan kesadaran seputar penyakit dan masalah kesehatan adalah sangat penting. Laporan FHI menyoroti bahwa banyak orang di negara-negara berkembang menganggap mereka lebih sehat daripada kondisi sebenarnya. Hanya sepertiga (33 persen) responden di negara-negara berkembang menilai kesehatan mereka sendiri buruk. Sebagai perbandingan, lebih dari setengah tenaga profesional kesehatan di negara-negara berkembang menilai kesehatan masyarakat umum di negara mereka buruk.

"Indonesia menghadapi peningkatan penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi dan penyakit kardiovaskular, sehingga pencegahan akan menjadi satu-satunya cara yang berkelanjutan untuk mengurangi beban pada sistem layanan kesehatan. Masyarakat mulai menyadari manfaat dari 'upaya pencegahan'. Namun, untuk itu diperlukan perubahan pola pikir dasar pada masyarakat luas untuk lebih bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka sendiri, dan mengambil langkah agar tetap sehat sebelum jatuh sakit," kata Direktur Utama Philips Indonesia, Suryo Suwignjo.

Kenyataannya, lanjut Suryo, sebagian besar masyarakat di negara-negara berkembang salah menilai keadaan kesehatan mereka, adalah mengkhawatirkan dan merupakan tantangan yang harus ditangani Indonesia untuk mendorong gaya hidup yang lebih sehat.pur/R-1

Perjalanan Masih Panjang

FHI menunjukkan bahwa teknologi kesehatan yang terkoneksi memiliki peran penting dalam memberikan layanan kesehatan masa depan yang terintegrasi. Dari 19 negara yang disurvei, baik tenaga profesional kesehatan maupun masyarakat umum melihat bahwa potensi teknologi kesehatan yang terkoneksi dapat memperbaiki berbagai permasalahan kesehatan.

Namun, laporan tersebut menemukan bahwa tingkat penggunaan, meskipun lebih tinggi daripada negara-negara maju, tetap rendah di negara-negara berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi belum digunakan semaksimal mungkin untuk mengatur dan memantau kesehatan.

Upaya lebih keras diperlukan untuk mendorong masyarakat agar memiliki rasa kepemilikan atas rekam medis mereka sendiri. Menurut temuan, 57 persen populasi umum di negara berkembang merasa bahwa mereka hanya memiliki sebagian rekam medis mereka, seperempat (25 persen) merasa bahwa mereka memiliki semua rekam medis mereka, dan sisanya (18 persen) merasa bahwa mereka tidak memiliki rekam medis sama sekali. Sama halnya dengan laporan dari tenaga profesional di negara berkembang. Hampir sama dengan hasil di atas, 60 persen dari tenaga kesehatan profesional percaya bahwa pasiennya memiliki sebagian catatan medis mereka sendiri, seperlima (20 persen) percaya bahwa pasien memiliki catatan medis lengkap, dan 19 persen lainnya percaya bahwa mereka bahkan tidak memiliki catatan medis sama sekali.

"Dengan teknologi, kita dapat membuat akses, dan mewujudkan harapan pasien di Indonesia memiliki rekam medis elektronik menjadi kenyataan. Pasien yang terinformasi dengan riwayat dan status kesehatan, akan lebih proaktif dalam mengelola kesehatan dan melacak perkembangan pengobatan mereka," tambah Suryo.

Hasil dari FHI ini menunjukkan bahwa sistem layanan kesehatan di seluruh dunia mulai melihat manfaat besar dari teknologi kesehatan yang terkoneksi untuk membantu masyarakat mengelola kondisi yang ada dengan lebih baik dan mendorong fokus pada upaya pencegahan. "Namun demikian perjalanan masih panjang untuk bisa sampai pada situasi di mana teknologi digunakan semaksimal mungkin. Indonesia perlu memperhatikan hasil laporan ini dan segera mempelajari bagaimana caranya memanfaatkan teknologi tersebut untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada saat ini," pungkas Suryo. pur/R-1

Baca Juga: